TEMPO.CO, Jakarta - OC Kaligis mengaku apa yang dialaminya sekarang bukan operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), melainkan justru dituntut hukuman tinggi 10 tahun penjara sehingga ia menganggap KPK dendam kepadanya.
"Ini merupakan tuntutan yang penuh dendam dan kedengkian serta sangat subyektif dari KPK, tanpa mempertimbangkan fakta di persidangan," katanya setelah menjalani perawatan medis di Paviliun Kartika RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Jumat, 27 November 2015.
Kaligis merasa dizalimi KPK karena, menurut dia, dirinya sering mengkritik KPK serta membuat buku Korupsi Bibit-Chandra.
Menurut Kaligis, tuntutan 10 tahun itu penuh kebencian bahwa, dalam paket yang sama, dengan hakim PTUN Medan, Tripeni Irianto Putro, dan penitera Syamsir Yusfan, ia "hanya" dituntut 4 tahun dan 4,5 tahun penjara. Padahal, menurut KUHP dan yurisprudensi, semestinya ia dituntut setengah dari hukuman tersebut. Kaligis yakin jaksa KPK menuntut anak buahnya, M. Yagari Bastara alias Garry, lebih ringan, padahal Gerry adalah otak dan pelaku utama OTT KPK.
Semua pengacara penyuap di pengadilan dituntut di bawah 5 tahun penjara, seperti Mario Cornelio Bernado dituntut 5 tahun serta Tengku Syaifudin Popon, yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan dalam kasus pembelian pesawat di Aceh dengan terdakwa mantan Gubernur Abdullah Puteh, dituntut 4,5 tahun. Dia menilai tuntutan 10 tahun identik dengan hukuman mati karena usianya kini sudah 74 tahun.
"Ini berulang kali saya sampaikan bahwa saya bukan pencuri uang negara, tapi mengapa dituntut tinggi? Dalam hukum, tidak boleh ada kebencian, melainkan keadilan," ucapnya.
ANTARA