TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mencopot Lasro Marbun dari kursi Kepala Inspektorat pada Jumat, 27 November 2015. Ahok merasa dibohongi Lasro dalam pengadaan alat catu daya listrik untuk sekolah di Jakarta senilai Rp 1,2 trilun pada 2014.
Waktu itu Lasro menjabat Kepala Dinas Pendidikan. Ahok kesengsem padanya setelah Lasro mencoret Rp 3,4 triliun anggaran mubazir di instansinya dengan mengancam hendak mundur segala. Ahok pun menuruti kemauan Lasro keluar dari Dinas Pendidikan dan menempati jabatan baru sebagai Kepala Inspektorat.
Ahok menduga masuk ke lembaga baru yang memimpin pengawasan itu sebagai upaya Lasro menutupi yang sebenarnya terjadi. Sebab, sejak awal Ahok menyebut anggaran UPS sebagai anggaran siluman karena pengadaannya tak melalui pembahasan bersama pemerintah.
Ia pun melaporkan pengadaan UPS yang belakangan diketahui juga digelembungkan harga per satuannya ke polisi. Pejabat Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat dan anggota DPRD sudah menjadi tersangka korupsi ini. “Rupanya dia tahu semua tentang UPS,” kata Ahok tentang Lasro.
Lasro pun tampil sebagai pejabat yang bersih. Sampai pertengahan Juni 2015 ketika Badan Pemeriksa Keuangan Jakarta mengeluarkan dugaan korupsi pembelian Rumah Sakit Sumber Waras. Saat audit itu masih berupa draf, Lasro dua kali mendatangi Ahok agar pemerintah mengabulkan keinginan Kepala BPK Efdinal menjual tanah hampir satu hektare di Jakarta Timur.
BACA: Dokumen Ini Ungkap Motif Audit Sumber Waras
Majalah Tempo edisi pekan ini membuat cerita bahwa audit Sumber Waras tak akan dipublikasikan jika pemerintah membeli tiga bidang lahan di tengah pemakaman umum Pondok Kelapa itu. Kepada Lasro, Ahok menolak barter itu dan meminta BPK mempubliksasikan saja audit itu karena pemerintah sudah membeli tanah tersebut pada 1979.
Dengan dua kejadian itu, Ahok mantap mencopot Lasro Marbun dan menggantinya dengan Meri Erna Hani, Asisten Deputi Gubernur Bidang Industri, Perdagangan, dan Transportasi.
Saat ditemui Tempo, Lasro menceritakan soal UPS dan pertemuannya dengan Efdinal soal Sumber Waras, namun menolak penjelasannya dipublikasikan. Ketika dihubungi kembali ia hanya menjawab, “No, comment.”
Adapun Efdinal tak bersedia diwawancarai. Melalui juru bicara BPK S. Cahyo ia mengatakan tak ingin lagi menjelaskan Sumber Waras karena sudah ditangani BPK pusat. Pada 12 November Efdinal tak menyangkal mengusahan agar pemeirntah Jakarta membeli tanah itu. “Saya bantu pemilik mendapat haknya,” kata dia.
Cerita lengkap soal kongkalikong audit Sumber Waras, termasuk intrik politik yang melibatkan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia Luhut Pandjaitan dan Ketua DPR Setya Novanto ada di majalah Tempo pekan ini.
SYAILENDRA PERSADA | LINDA HAIRANI | ERWAN HERMAWAN
Baca juga:
Ditantang Tes DNA Anaknya, Inul: Kasih Rp 2 Miliar Dulu
Tessa Kaunang: Sandy Tumiwa Memang Cengeng