TEMPO.CO, Makassar -- Distributor pupuk organik cair, Suwardi, mengaku memberikan suap berupa dua unit motor kepada pejabat dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten Soppeng. "Fee (suap) itu dari hasil pembelian pupuk," kata dia di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar, Selasa, 1 Desember 2015.
Suwardi bersaksi dalam kasus dugaan korupsi kegiatan pengembangan kedelai tahun 2013 di Kecamatan Marioriawa Kabupaten Soppeng. Sidang itu mengadili Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten Soppeng, Yuliana.
Suwardi mengaku motor diserahkan kepada pejabat pembuat komitmen, Rahman Abu, yang telah divonis bersalah dalam kasus ini.
Suwardi mengatakan perjanjian pemberian fee itu karena pemda membeli produk pupuk miliknya sebanyak sekitar 5.000 liter. Pupuk itu rencananya untuk pengembangan tanaman kedelai seluas 5.000 hektar .
Motor yang diberikan rencananya sebanyak 10 unit. Namun, kata Suwardi, hanya 2 unit yang diberikan karena selebihnya diserahkan dalam bentuk uang. Selain motor, Suwardi juga memberi suap sebanyak Rp 20 ribu dari tiap liter penjualan pupuk, yang harganya Rp 135 ribu per liter.
Jaksa turut menghadirkan empat penyuluh pertanian lapangan dari Badan Penyuluhan Pertanian Soppeng masing-masing yaitu Sumartini, Sudirman, Arifin, dan Winarno.
Mereka juga mengaku mendapat fee distributor karena telah mensosialisasikan produk pupuk ke petani. "Saya diberikan Rp 10 juta tapi sudah dikembalikan," kata Sumartini.
Hanya saja mereka mengakui tidak melakukan verifikasi lapangan. "Realisasi pengembangan juga tidak tuntas Pak karena faktor kekeringan," kata Sudirman kepada hakim Andi Cakra Alam.
Jaksa Sri Suryanti mengatakan testimoni saksi telah menguatkan bukti terjadinya tindak pidana korupsi dalam proyek senilai Rp 10,6 miliar itu. "Uang telah dicairkan sepenuhnya namun pekerjaan tidak tuntas," kata dia.
Kasus ini diusut oleh Kepolisian Resor Soppeng. Hasil pemeriksaan diduga terjadi mark up atau penggelembungan data jumlah luas lahan. Luas lahan yang diusulkan adalah 5000 hektar. Namun kenyataannya yang terealisasi hanya 3.662 hektar. Akibatnya negara merugi Rp 3,5 miliar.
Pengacara Yuliana, Mursalim Rauf, menilai keterangan saksi tidak memiliki hubungan dengan kliennya. "Para saksi tidak pernah berhubungan langsung dengan klien kami," kata dia.
AKBAR HADI