TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan merasa terganggu oleh pemberitaan terhadap dirinya terkait dengan rekaman pertemuan Setya Novanto dengan Freeport. "Telah mengganggu keluarga saya dan dignity keluarga saya," katanya di kantor Kementerian Politik, Jumat, 11 Desember 2015.
Ia mengatakan, dalam masalah pencatutan nama ini, awalnya ia tak begitu peduli. Namun, karena istri, anak, dan cucu-cucunya terganggu, ia pun terganggu. "Waktunya saya jelaskan posisi saya yang sejelas-jelasnya."
Luhut menyatakan sikapnya dalam kasus Freeport ini sejalan dengan lima syarat yang diajukan Presiden Joko Widodo, yakni pembangunan Papua, konten lokal, royalti, divestasi saham, dan industri pengolahan.
Luhut juga menjabarkan landasan hukum yang menjadi pegangannya dalam menyikapi kasus ini, yaitu Pasal 170 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, bahwa pemegang kontrak karya yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian selambat-lambatnya 5 tahun sejak undang-undang tersebut disahkan.
Landasan kedua adalah Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010, yang sudah berganti menjadi PP No. 77/2014, yang menyebutkan kontrak karya yang sudah memperoleh perpanjangan pertama dapat diperpanjang menjadi IUPK Operasi Produksi perpanjangan kedua tanpa melalui lelang setelah berakhirnya perjanjian karya. "Masih banyak yang belum dilakuin, udah ujug-ujug kemari," ujarnya.
Baca Juga:
Terakhir, Luhut menyampaikan bahwa berdasarkan aturan tersebut, kontrak karya yang sudah diperpanjang sebelum munculnya UU No. 4/2009 hanya dapat diperpanjang satu kali lagi selama 10 tahun.
Kemudian ia juga menegaskan bahwa perpanjangan kontrak karya hanya akan bisa dilakukan 2 tahun sebelum kontrak berakhir. "Dengan alasan apa pun, enggak bisa dilakukan sebelum waktunya," tuturnya.
DIKO OKTARA