TEMPO.CO, Yogyakarta - Meskipun merupakan bagian dari kegiatan budaya, upacara jumenengan atau pengukuhan putra mahkota almarhum Paku Alam IX menjadi Kanjeng Gusti Pangeran Aryo Adipati (KGPAA) Paku Alam X tidak masuk dalam kegiatan yang menggunakan dana keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
“Tidak, karena jumenengan itu internal keraton. Begitu pula ketika sultan mantu,” kata Kepala Dinas Kebudayaan DIY Umar Priyono saat ditemui di Kepatihan Yogyakarta, Selasa, 5 Januari 2016.
SIMAK: Undangan Penobatan Paku Alam X Yogyakarta Ditulis Tangan
Bahkan proses dokumentasi kegiatan-kegiatan tradisi yang tidak saban waktu digelar itu juga tidak melibatkan Pemerintah Provinsi DIY. Itu sepenuhnya dilakukan panitia yang dibentuk keraton dan kadipaten.
“Enggak bisa, ini kan terkait paugeran. Kami tidak terlibat. Kalau urusan akademis, bisa saja,” ucap Umar.
Selain jumenengan dan upacara pernikahan adat Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman, upacara pemakaman jenazah sultan atau adipati yang wafat tidak masuk anggaran dana keistimewaan. “Kan, dana keistimewaan harus sudah dirancang dua tahun sebelumnya,” ujar Umar.
SIMAK: Raja Paku Alam X Yogyakarta: Berjalan ke Mana Pakualaman?
Meski demikian, Dinas Kebudayaan mencatatnya sebagai bagian dari kegiatan budaya yang penting. Mengingat Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman merupakan penanda budaya di Yogyakarta. “Kalau (kegiatan kebudayaan) itu lestari, keistimewaan di DIY bisa dipertahankan,” tutur Umar.
Dana keistimewaan DIY adalah uang negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai konsekuensi disahkannya Yogyakarta sebagai daerah istimewa.
PITO AGUSTIN RUDIANA