TEMPO.CO, Jakarta - Perakit televisi asal Karanganyar, Jawa Tengah, Muhamad Kusrin, akhirnya mengantongi Sertifikasi Produk Pengguna Tanda (SPPT) SNI Cathode Ray Tube TV. Sertifikat itu diserahkan langsung oleh Menteri Perindustrian Saleh Husin. "Dengan menjual 150 unit televisi per hari seharga Rp 500 ribu, berarti pendapatannya Rp 75 juta per hari. Wah, bisa jadi konglomerat," kata Saleh setelah memberikan sertifikat kepada Kusrin di Jakarta, Selasa, 19 Januari 2015.
Saleh mengapresiasi langkah Kusrin yang mampu merakit televisi dan menjual di tokonya sendiri, UD Haris Elektronika. Apalagi setelah televisi dinyatakan lolos uji di Balai Besar Barang Teknik. "Ini patut dijadikan role model bagi pelaku usaha industri kecil menengah," kata Saleh.
Kusrin hanya lulusan sekolah dasar. Dia belajar teknik elektronik secara otodidak. Setahun terakhir, pria itu mencoba merakit dari monitor komputer bekas. Hasil rakitan itu kemudian diberi merek dan dijual.
Namun belakangan, bisnisnya ini dihadang masalah karena dianggap melanggar Pasal 120 (1) jo Pasal 53 (1) huruf b Undang-Undang RI Nomor 3/2014 tentang Perindustrian dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17/M-IND/PER/2012, Perubahan Permendagri Nomor 84/M-IND/PER/8/2010 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Terhadap Tiga Industri Elektronika Secara Wajib.
Pemerintah, lewat Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, kemudian memberikan pendampingan agar televisi Kusrin bisa memenuhi standar nasional. Kusrin pun bekerja keras untuk memenuhi aturan itu.
Baca juga: Kusrin, Lulusan SD Pembuat TV Dapat Pendampingan Kemenperin
Bukan hanya tenaga dan pikiran, tabungannya Kusrin juga terkuras. Dia membutuhkan banyak modal untuk membuat ratusan prototipe televisi. Barang-barang itu dimusnahkan karena dinilai belum memenuhi standar. Karena itu Kusrin sangat bahagia setelah televisi rakitannya berhasil mendapat sertifikat. "Modal habis. Tapi, saya memikirkan 25 pegawai saya. Jadi, saya akan berusaha bangkit lagi. Tapi ya mikir dulu," ujarnya.
ANTARA