TEMPO.CO, Banjarbaru - Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead memaparkan strategi pencegahan kebakaran lahan gambut di hadapan Gubernur Kalimantan Selatan dan jajarannya pada Senin, 25 Januari 2016.
"Polisi, TNI, pemerintah daerah, perusahaan, dan masyarakat harus saling bersinergi mencegah kebakaran itu terjadi kembali," kata Nazir yang pada 20 Januari 2016 dilantik Presiden Jokowi sebagai kepala BRG.
Menurut Nazir, TNI dan polisi dibantu BPBD menjadi ujung tombak dalam pencegahan kebakaran hutan karena memiliki akses dan sarana.
Dalam rapat koordinasi daerah ini hadir juga Kepala Polda Kalimantan Selatan Brigjen Agung Budi Maryoto, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup KLHK Karliansyah, dan sejumlah pemangku kepentingan di provinsi ini.
BRG bertanggung jawab merestorasi tata kelola lahan gambut pada tujuh provinsi, yakni Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Riau, Sumatera Selatan, Jambi, dan Papua.
Nazir menjelaskan awal mula pembentukan BRG karena keprihatinan Presiden Joko Widodo atas kebakaran hutan dan lahan serta kabut asap yang terus berulang di Indonesia.
Peneliti Belanda menghitung emisi karbon yang dihasilkan dari kebakaran hutan di Indonesia tahun 2015 itu setara gabungan karbon yang dihasilkan negara-negara industri.
Akibat peristiwa ini, kata Nazir, Presiden Jokowi sempat cemas isu kebakaran hutan bakal diungkit Presiden Barack Obama saat kunjungan kerjanya ke Amerika Serikat pada 26 Oktober 2015. Namun Presiden Jokowi lega karena Presiden Obama justru tidak menyinggung apa pun perihal kebakaran hebat di Indonesia.
“Dunia maklum karena kebakaran hutan di Indonesia akibat salah urus tata kelola lahan gambut sejak puluhan tahun lalu,” ujarnya. Menurut Nazir, Amerika pun sebagai negara adi daya tidak kuasa mengatasi kebakaran di lahan gambut.
Kebakaran lahan gambut di Amerika, dia membandingkan, butuh waktu minimal sembilan bulan untuk dipadamkan. “Karena menunggu salju mencair. Meski salju turun, kalau belum mencair, di dalam tetap terbakar.”
Penjabat Gubernur Kalimantan Selatan Tarmizi A. Karim mengatakan budaya bercocok tanam dengan membakar lahan sudah tidak relevan diimplementasikan. Ia pun menampik anggapan membakar lahan kian menyuburkan tanah. “Mindset ini perlu diluruskan. Pengusaha juga tidak boleh bakar lahan dalam skala besar, begitu ada titik api tolong langsung dipadamkan,” ujar Tarmizi.
Karliansyah menyatakan kebakaran tahun lalu melumat 2,6 juta hektare lahan di Indonesia. Dari jumlah itu, lahan gambut yang terbakar seluas 853 ribu hektare. Meski cuma kisaran 38 persen dari total lahan yang terbakar, Karliansyah mengaku kebakaran gambut paling membuat menderita.
“Kami sudah menyiapkan sistem peringatan dini untuk mencegah kebakaran meluas. Kami minta semua pihak tanggap dan responsif. Semua harus koordinasi apakah itu (kebakaran) di lahan masyarakat, lahan konsesi, dan hutan lindung,” ujar Karliansyah.
DIANANTA P. SUMEDI