TEMPO.CO, Jakarta - Analis ekonomi dari First Asia Capital, David Sutyanto, mengatakan perkembangan pasar global yang kurang kondusif akan mempengaruhi indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan hari ini. Kondisi ini akan cenderung dibayangi oleh aksi profit taking.
"IHSG diperkirakan akan bergerak bervariasi dan cenderung dibayangi aksi ambil untung. Kami perkirakan akan bergerak di 4.580 hingga 4.650, cenderung terkoreksi," kata David Sutyanto dalam siaran tertulisnya, Selasa, 2 Februari 2016.
IHSG kemarin bergerak fluktuatif. Meski sempat anjlok 55 poin, tapi pada akhir sesi perdagangan berhasil tutup di teritori positif menguat terbatas 9,472 poin (0,2 persen) di 4.624,635.
Menurut David, koreksi yang sempat terjadi kemarin terutama terimbas sentimen negatif pasar Asia yang merespons data aktivitas manufaktur Cina yang keluar.
Indeks Cina Manufacturing PMI Januari 2016 kembali turun menjadi 49,4 di bawah konsensus ekonom 49,6 dan angka bulan sebelumnya 49,7. David berujar, ini merupakan penurunan untuk enam bulan berturut-turut. Perekonomian Cina kembali menghadapi tantangan tahun ini setelah pemerintah Cina menerapkan pengurangan kelebihan kapasitas industri.
Meski ada sentimen negatif, dari domestik, sentimen positif muncul dari penguatan rupiah atas dolar Amerika Serikat hingga 1 persen di Rp 13.699 dan angka inflasi Januari 2016 yang mencapai 0,51 persen (MoM) di bawah perkiraan Bank Indonesia sebesar 0,75 persen dan konsensus ekonom 0,60 persen.
Penguatan rupiah atas dolar AS dipicu keyakinan pasar bahwa dana global akan kembali masuk ke Indonesia pascakebijakan pelonggaran likuiditas yang dilakukan sejumlah bank sentral dunia. Penguatan rupiah akan berdampak positif terhadap ekspektasi inflasi ke depan.
Di sisi lain, tadi malam perdagangan di Wall Street bergerak bervariasi tutup tipis di teritori negatif. Indeks DJIA dan S&P masing-masing koreksi 0,1 persen dan 0,04 persen di 16.449,18 dan 1.939,38.
Menurut David, closing di zona merah itu akibat sentimen pasar yang kembali khawatir dengan anjloknya harga minyak mentah dan aktivitas industri yang masih lemah di Cina dan AS, memicu kembali kekhawatiran perlambatan ekonomi global.
Harga minyak mentah tadi malam di AS turun 6,4 persen di US$ 31,47 per barel. Sedangkan data manufaktur di AS, indeks ISM Manufacturing PMI, Januari 2016 kembali terkontraksi di 48,2 di bawah estimasi 48,4. Ini penurunan untuk empat bulan berturut-turut, terlemah sejak Juni 2009.
DESTRIANITA KUSUMASTUTI