TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga pemantau keberagaman, Setara Institute, meminta pemerintah pusat turun tangan mencegah pengusiran pemeluk Ahmadiyah di Kabupaten Bangka, Bangka Belitung. Sebab, Bupati Bangka Tarmizi H. Saat menjadi aktor utama pengusiran tersebut dan membangkang kepada pemerintah pusat untuk melindungi keberagaman di sana.
Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos mengatakan rencana pengusiran itu sebenarnya sudah ditegur oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Namun teguran ini tidak dihiraukan Tarmizi.
"Pembangkangan Tarmizi pada Kemendagri sebagai wakil pemerintah pusat adalah pembangkangan terhadap Presiden Joko Widodo," kata Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Jumat, 5 Februari 2016.
Menurut Bonar, hal ini harus segera ditindaklanjuti secara serius. Sebab, kata dia, peristiwa ini dapat menjadi preseden buruk dan bisa diikuti oleh pemerintah daerah lainnya. Selain itu, jika kejadian ini terus berlanjut, akan mengesankan seolah-olah bukti pemerintah tidak hadir dalam melindungi kelompok minoritas.
Pemerintah Kabupaten Bangka meminta Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) cabang Bangka segera pindah dari Bangka. Tarmizi memberikan tenggat waktu hingga 5 Februari 2016 kepada mereka untuk mengosongkan Kelurahan Sri Menanti, Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka.
Tarmizi mengatakan, hingga 5 Februari 2016, pihaknya menjamin dan menanggung biaya pindah dan kebutuhan warga Ahmadiyah. ”Setelah tanggal itu, jika mereka belum juga mau pindah, saya tidak mau bertanggung jawab. Itu urusan kepolisian untuk pengamanan,” ujar Tarmizi, dua hari lalu. ”Kalau mereka mau pindah, bilang saja mau ke mana. Dunia tidak akan kiamat kalau mereka pindah.”
Presiden Joko Widodo, menurut Bonar, tidak boleh hanya menunggu rencana eksekusi itu dilaksanakan. Pemerintah harus mengambil tindakan atas sikap Bupati Bangka yang membangkang terhadap instruksi Menteri Dalam Negeri untuk tidak mengusir warga Ahmadiyah pada 6 Februari mendatang.
Menurut dia, selama ini pejabat pemerintah masih menjadi salah satu aktor yang menghambat kebebasan beragama. Berdasarkan data Setara Institute, dari 197 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama, 98 peristiwa pelanggaran dilakukan oleh aktor negara. Sedangkan 138 peristiwa sisanya dilakukan oleh aktor nonnegara.
Dari 98 pelanggaran ini, pemerintah kabupaten atau kota terlibat dalam 31 kasus.
MAWARDAH NUR HANIFIYANI