TEMPO.CO, Jakarta - Iran mengharapkan peningkatan hubungan dengan Indonesia, terutama di bidang kerja sama ekonomi, pasca pencabutan sanksi terkait program nuklirnya oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Harapan itu disampaikan Duta Besar Valiollah Muhammadi di Perayaan Hari Nasional Iran, Revolution Day, di Jakarta, Selasa malam, 9 Februari 2016.
“Indonesia yang ramah dan bersaudara adalah salah satu negara yang berdiri di samping Iran di saat-saat sulit, ketika berada di bawah sanksi PBB. Tentu dalam atmosfer baru ini, kedua negara, Iran dan Indonesia akan memiliki interaksi yang lebih luas dari tahun-tahun sebelumnya,” kata Dubes Valiollah dalam sambutannya.
“Tahun lalu, presiden kedua negara bertemu di Jakarta dan akan segera bertemu kembali di Teheran,” tambah Valiollah tanpa menyebut tanggal rencana pertemuan kedua kepala negara di Teheran.
Sejumlah kerja sama yang sedang dijajaki antara lain di sektor-sektor seperti minyak, gas, pembangunan kilang, produksi listrik dan energi, taman teknologi (techno park) serta ilmu pengetahuan dan teknologi.
Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Muhammad Nasir, dalam sambutannya di acara tersebut menambahkan hubungan yang telah dijajaki juga di bidang sel punca (stem cell) dan bio teknologi.
Iran dengan 80 juta penduduk menempati peringkat delapan di bidang nanoteknologi, peringkat 12 dalam biologi, bioteknologi, keramik, dan komposit. “Di kawasan, Iran berhasil menjadi nomor satu dalam industri modern seperti taman teknologi. Penting disebutkan bahwa semua terobosan ini dicapai saat Iran di bawah tekanan dan sanksi terutama selama 12 tahun terakhir,” kata Valiollah.
Perayaan ulang tahun ke-37 kemenangan revolusi Islam Iran tersebut juga dihadiri Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Sofyan A. Djalil, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, mantan Menteri Luar Negeri Alwi Shihab, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Fadli Zon, sejumlah anggota DPR lain. Sejumlah duta besar negara-negara sahabat Iran, seperti Pakistan, Turki, Inggris, Belarusia, dan Kazakhstan juga tampak hadir di perayaan tersebut.
Menurut data Kementerian Luar Negeri RI total nilai perdagangan RI–Iran cenderung fluktuatif. Pada 2014, periode Januari–Februari volume perdagangan kedua negara turun sebesar 20,22 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Trend total bilateral 2009-2013 menunjukkan penurunan 7,82 persen.
Nilai perdagangan 2013 mengalami penurunan signifikan sebesar 54,75 persen bila dibandingkan periode yang sama pada tahun 2012, menjadi hanya US$ 568,4 juta dari sebelumnya US$ 1,25 miliar. Penurunan signifikan akibat pemberhentian impor migas Pemerintah Indonesia dari Iran yang hanya mencapai US$ 21,85 juta pada 2013 dari sebelumnya mencapai US$ 569,55 juta pada 2012.
Produk utama ekspor Indonesia ke Iran antara lain minyak kelapa sawit dan turunannya, kertas dan produk kertas, artificial staple fibres (benang) minyak, produk pendingin, karet alam, akumulator elektrik, margarin, dan ikan beku.
Produk utama impor Indonesia dari Iran antara lain amonia, acylclis hydrocarbons, sulfur, mineral atau kimia, turbo-jets, bitumen dan aspal, acylic alcohol, dan kurma. Nilai investasi Indonesia di Iran pada 2013 senilai US$ 3 juta di lima proyek.
NATALIA SANTI