TEMPO.CO, Jakarta -Jakarta- Indonesia Corruption Watch (ICW) menganggap empat poin usulan revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai bentuk pengkhianatan terhadap semangat reformasi terhadap antikorupsi di Indonesia. "Padahal KPK itu adalah anak kandung reformasi di Indonesia," tutur Pakar Hukum Pidana, Abdul Fickar Hadjar dalam diskusi publik yang diselenggarakan ICW di kantornya, Minggu, 14 Februari 2016.
Abdul mengatakan keempat poin yang dianggap melemahkan fungsi KPK tersebut di antaranya adanya dewan pengawas KPK, pemberian wewenang Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SPPP). Selain itu juga adanya pembatasan penyadapan dan KPK tak mempunyai kewenangan dalam merekrut penyelidik dan penyidik.
Poin adanya dewan pengawas KPK dianggap sebagai ambisi DPR untuk melemahkan KPK. Apalagi pemilihan dewan pengawas dilakukan oleh presiden. Padahal secara yuridis, ada mekanisme hukum mengenai kontrol dan pengawasan KPK. "Misalnya melalui praperadilan."
Poin kedua, terkait pemberian wewenang SPPP kepada KPK dianggap terlalu berlebihan. Karena selama ini, hal itu tidak diperlukan KPK. Lembaga antirasuah itu hanya butuh dua alat bukti minimal untuk menjerat tersangka korupsi. Justru kewenangan pemberian SPPP berpotensi akan disalahgunakan oleh komisioner KPK yang menjabat.
Ketiga, revisi pembatasan penyadapan yang harus mendapatkan izin dewan pengawas KPK dinilai sangat mengacaukan sistem hukum yang ada. Dewan pengawas bukan lembaga yang memiliki kewenangan sebagai penegak hukum. Justru poin tersebut rentan dengan adanya intervensi politik.
Terakhir, Abdul mengritisi terkait usulan perampasan hak KPK dalam menentukan penyelidik dan penyidiknya. Justru jika kewenangan memilih jajaran penyelidik dan penyidik dianggap membuat KPK tak independent. Akhirnya membuat KPK bergantung dengan lembaga lain.
Peneliti Senior the Centre for Strategic of International Studies (CSIS), J. Kristiadi menambahkan bahwa keputusan revisi undang-undang KPK justru bukan suatu penguatan. Apalagi saat ini lembaga hukum di tanah air masih lemah. "Itu kenapa perlu adanya terobosan yang harusnya menguatkan." ujarnya.
AVIT HIDAYAT