TEMPO.CO, Balikpapan - Yayasan Borneo Orangutan Survival menyelamatkan bayi orangutan liar usia 1-2 tahun yang terluka parah di Sangata Kutai Timur, Kalimantan Timur. Kepala orangutan terluka cukup dalam diduga disebabkan oleh tebasan senjata tajam sejenis parang.
“Kepalanya terluka parah sehingga harus mendapatkan pengobatan serius,” kata anggota Humas BOSF, Nico Hermanu, Selasa, 16 Februari 2016.
Nico mengatakan masyarakat menghubungi BOSF saat mendapati bayi orangutan jantan telantar di perkebunan kelapa sawit di Sangata. BOSF berinisiatif mengambil bayi orangutan ini dalam hutan rehabilitasi di Samboja. “Kami berharap orangutan ini segera pulih dan bisa dilepaskan kembali,” paparnya.
Konflik antara masyarakat dan orangutan, kata Nico, memang kerap terjadi di wilayah perkebunan kelapa sawit Kalimantan. Orangutan dianggap sebagai hama yang merusak tanaman kelapa sawit milik perusahaan dan masyarakat.
Permasalahannya adalah semakin sempitnya kawasan hutan Kalimantan yang menjadi ruang jelajah orangutan. Kawasan perkebunan kelapa sawit ini sebelumnya menjadi habitat alam orangutan dalam mencari makanan. “Sehingga orangutan masuk dalam perkebunan yang dulunya adalah wilayah hutan,” paparnya.
Menurut Nico, hal tersebut menjadi penyebab maraknya perburuan liar orangutan di perkebunan kelapa sawit Kalimantan. Bayi orangutan harus mendapatkan rehabilitasi agar nantinya mampu bertahan saat dilepasliarkan di hutan Kalimantan.
Sebelumnya, BOSF memulangkan enam orangutan ilegal luar negeri ke pusat rehabilitasi Nyaru Menteng Kalimantan Tengah. Enam primata ini hasil pemulangan satwa orangutan asli Kalimantan yang dipelihara warga asing di Kuwait dan Thailand.
Nico mengatakan enam orangutan ini tiba di Tanah Air secara bergelombang sejak Oktober hingga November 2015. BOSF berkoordinasi dengan pemerintah Indonesia dalam memulangkan enam primata yang diyakini diperdagangkan secara ilegal dari pemilik sebelumnya di Kuwait dan Thailand.
Orangutan tersebut bernama Moza, Junior, Sampit, Sawade, Warna, dan Malee ini. Keenam orangutan tersebut, kata Nico, diterbangkan dari Bandara Soekarno-Hatta tujuan Bandara Sepinggan Balikpapan. Selanjutnya, enam orangutan ini menempuh perjalanan darat selama 14 jam dengan tujuan pusat rehabilitasi orangutan Nyaru Menteng Palangkaraya. “Kami harus hati-hati dalam berkendara agar orangutan tidak stres dalam perjalanan,” paparnya.
Anggota Humas Pusat Rehabilitasi Nyaru Menteng, Agung Monterado menambahkan enam primata ini dianggap layak menjalani masa rehabilitasi sebelum nantinya dilepasliarkan ke habitatnya. Orangutan tersebut memenuhi sejumlah persyaratan, seperti halnya usia, kesehatan fisik, hingga sifat alami keliarannya. “Kami memilih orangutan yang punya kesempatan untuk beradaptasi kembali ke lingkungannya. Kalau orangutan cacat, tentu akan kesulitan kembali ke alam liar,” ungkapnya.
Populasi orangutan Nyaru Menteng Palangkaraya saat ini sebanyak 483 ekor orangutan Kalimantan. Sehingga, saat ini, populasi orangutan Nyaru Menteng akan menjadi 489 ekor orangutan hasil sitaan dari Kuwait dan Thailand.
SG WIBISONO