TEMPO.CO, Jakarta - Kabar terjawabnya teka-teki keberadaan Wiji Widodo alias Wiji Thukul merebak di sosial media. Berawal dari postingan akun path ndorokakung yang menyebut Thukul mendapat penghargaan dari Timor Leste karena ikut membantu kemerdekaan negara itu.
Dalam akun itu juga disebut Wiji Thukul ikut merakit bom untuk pejuang Timor Leste dan tewas di perbatasan kedua negara.
Keberadaan Thukul hingga kini masih menjadi misteri. Apakah betul Thukul pernah berjibaku bersama pejuang Timor Leste dan tewas di perbatasan Indonesia dan Timor-timur? Majalah Tempo pernah mengungkap beberapa kesaksian yang melihat keberadaan aktivis Partai Rakyat Demokratik itu. Berikut kesaksian itu seperti dimuat dari Edisi Khusus Majalah Tempo Mei 2013.
** Juli 1996 Thukul Masih di Jakarta
Pentas seni menjadi salah satu ajang berkumpulnya Thukul dengan teman-temanya. Terakhir tampil dihadapan umum saat Thukul membacakan puisi pada deklarasi berdirinya PRD di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jalan Diponegoro, Jakarta, 22
Juli 1996. Waktu itu Thukul dengan suara lantang dan pelo ia membacakan ”Sajak Suara dan Peringatan"
Pembacaan puisi itu menjadi penampilan terakhirnya di depan publik. Seminggu kemudian, Thukul menjadi buron dan hilang sejak 1998.
** Maret 1997 Wiji Thukul di Magelang
Wiji Thukul yang kerap dikejar aparat mempunyai banyak tempat persinggahan, salah satunya di daerah Magelang. Tepatnya Hotel Rajasa di Jalan
Badrawati 2, Ngaran, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Magelang. Hotel yang menghadap barisan Bukit Menoreh itu menjadi saksi terakhir kali Wiji terlihat di Magelang.
Menurut sang pemilik, Ariswara Sutomo atau Tomo, Wiji kerap menginap di hotelnya. Kamar yang sering ditempati Wiji menurut Tomo, kamar nomor delapan. ”Wiji Thukul sering kemari. Pernah ketemu keluarganya juga di sini,” kata Tomo.
Tomo Kepada Tempo menyatakan terakhir bertemu dengan Thukul di rumahnya sekitar pukul tiga sore. ”Bila tak salah ingat, Maret 1997.” Saat itu menurut Tomo, Thukul, berkaus putih, bercelana panjang hitam, dengan tas kecil di punggung. Tomo waktu itu melarang Wiji yang hendak pergi ke Jakarta. ”Saya sudah bilang ke dia, di Jakarta sedang ada sweeping.” Namun Thukul nekat ingin ke Jakarta. Tomo pun memberi Thukul duit dan segera mengantarnya ke Terminal Borobudur.
** Januari 1998, Thukul di Jakarta
Kawan-kawan Thukul di Partai Rakyat Demokratik mengatakan terakhir kali melihat Thukul sebelum peristiwa bom Tanah Tinggi pada 18 Januari 1998. Nezar Patria, salah satunya ingat terakhir bertemu dengan Thukul di Rumah Susun Kemayoran.
Ketika itu, Thukul pamit ke Yogya. Thukul menggendong tas sport warna biru. ”Bajunya lengan panjang digulung.” Peristiwa itu menurut Nazar terjadi sebelum insiden bom di Rumah Susun Tanah Tinggi, Jakarta Pusat, 18 Januari 1998.
** Mei 1998, Sipon Terakhir Telopon Wiji
Bagian ini menjadi kenangan pahit yang selalu diingat Dyah Sujirah alias Sipon. Istri Wiji itu kepada Tempo bercerita terakhir mengetahui nasib Wiji dari telepon. Sipon ingat hari itu pertengahan Mei 1998 ketika kerusuhan pecah di Jakarta dan Solo. Seorang aktivis Partai Rakyat Demokratik Solo tiba-tiba mengabarkan bahwa Thukul bakal menghubungi Sipon lewat telepon rumah tetangga.
Thukul kemudian menanyakan kabar istri serta dua anaknya, Fitri Nganthi Wani dan Fajar Merah. ”Saya tanya bagaimana kondisinya,” ujar Sipon ketika ditemui Tempo Maret 2013 lalu. Thukul menjawab ia baik-baik saja. Selanjutnya, ia berkata, ”Aku ora neng endi-endi, ora melu ngono-ngono kuwi.” Sebelumnya Thukul juga menghubungi Sipon lewat telepon pada tiga bulan sebelum kerusuhan Jakarta. Thukul mengabarkan berada di Ibu Kota.
** Juni 1998 Thukul Terlihat di Jakarta
Petunjuk lain menyebut Thukul masih hidup setelah Soeharto lengser. Kesaksian itu disebut oleh Hilmar Farid anggota jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat, yang didirikan oleh Wiji Thukul. Menurutnya setelah peristiwa 27 Juli 1996, Hilmar bekerja di Timor Timur dan pulang ke Jakarta sewaktu-waktu.
Pada Juni 1998 Hilmar sempat pulang dari Jakarta dan bertemu Thukul. ”Rasa-rasanya bertemu Thukul sebelum berangkat lagi pada Juli itu,” kata Hilmar. Sayangnya, Hilmar tak begitu yakin dengan ingatannya.
Evan/PDAT Sumber Diolah Tempo