TEMPO.CO, Jakarta - Suratmi, istri Siyono, terduga teroris yang tewas dalam pengawalan Densus 88 Antiteror mengaku sering mendapat teror. Ia didatangi orang tidak dikenal dan dipaksa menandatangani surat, yang isinya dirinya ikhlas dan tidak menuntut kematian suaminya.
Anggota Komisioner Komnas HAM Siane Indriani mengatakan, ibu lima anak itu sejak awal sudah menyatakan tidak akan menandatangani surat itu. Ia tetap menginginkan jenazah suaminya diotopsi, mengingat kematiannya tidak wajar.
"Suratmi mengeluh bahwa hampir setiap hari ada orang yang minta untuk menandatangani surat damai agar ikhlas, tidak nuntut dan tidak meminta otopsi jasad Siyono," kata Siane di Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jakarta, Rabu, 30 Maret 2016.
Siane mencurigai ada peran aparat Desa Pogung-Cawas, Klaten, dalam kasus yang menimpa Suratmi. Aparat desa, kata dia, diduga turut menutup-nutupi kasus ini. Bahkan perangkat desa dan rokoh masyarakat sampai menggelar rapat dan membuat surat keputusan bersama.
"Warga di sana juga menolak otopsi. Kalau sampai diotopsi, Siyono dilarang dikuburkan kembali di desa itu," ujarnya.
Siyono adalah terduga teroris asal Klaten yang tewas saat sedang bersama Densus 88. Berdasarkan keterangan Polri, Siyono melawan saat berada di mobil menuju tempat persembunyian senjata yang hendak ditunjukkan.
Polri pernah merilis hasil otopsi jenazah Siyono: meninggal karena pendarahan di rongga kepala bagian belakang. Penyebab pendarahan terbentur jendela mobil saat dibawa anggota Densus untuk menunjukkan tempat persembunyian senjata.
Kemarin, pengurus Muhammadiyah bersama Komnas HAM bertemu dengan Suratmi. Pada kesempatan itulah Suratmi menyerahkan dua gepok uang pemberian polisi kepada Pengurus Muhammadiyah Yogyakarta pimpinan Busyro Muqoddas. Muhammadiyah kemudian ditunjuk sebagai kuasa hukum keluarga Siyono.
Sebelumnya, Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti membantah memberikan sogokan uang kepada keluarga Siyono. Menurut Badrodin, dua gepok uang yang diberikan istri Siyono merupakan bagian dari uang bina. "Bukan menyogok, itu uang bina," katanya.
Badrodin tidak mempermasalahkan jika keluarga tidak menerima uang bina tersebut. Menurutnya, pemberian uang sebagai hal yang wajar dan tidak bermaksud apapun. "Itu bagian dari kemanusiaan, kalau tidak mau terima ya tidak apa-apa" katanya.
INGE KLARA SAFITRI