TEMPO.CO, Bandung - Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin mengatakan, uji terbang pertama atau first flight pesawat perintis N219 buatan bersama lembaganya dengan PT Dirgantara Indonesia dipastikan mundur dari jadwal semula yang dijadwalkan Mei ini. “Diharapkan sekitar bulan Agustus sampai Oktober,” kata dia di Bandung, Kamis, 14 April 2016.
Thomas mengatakan, kendati jadwal uji terbang pertama molor, target produksi tetap tidak berubah. “Tahun 2017 harus sudah mulai produksi N219,” kata dia.
Menurut Thomas, jadwal pengujian terbang pertama pesawat itu mundur karena soal teknis sertifikasi. “Masalah teknis saja, untuk sertifikasi harus betul-betul cermat karena mengikuti standar internasional,” kata dia.
Thomas mengatakan, untuk bisa memenuhi persyaratan uji terbang pertama itu, purwarupa N219 itu harus mengantungi sertifikasi. “Sertifikasi untuk terbang perdana itu harus dipenuhi dulu dari Kementerian Perhubungan, setelah itu nanti uji terbang beberapa kali sampai semua sertifikasi lengkap untuk sampai produksi,” kata dia.
Kepala Program N219 PT Dirgantara Indonesia Budi Sampurno membenarkan mundurnya jadwal uji terbang pertama prototipe pesawat itu. “Berkaitan dengan sertifikasi komponen-komponen yang memang banyak. Semua komponen harus dipastikan aman,” kata dia dihubungi lewat telepon, Kamis, 14 April 2016.
Budi mengatakan, mundurnya jadwal itu disebabkan teknis administrasi untuk izin sertifikasi dari otoritas yakni Kementerian Perhubungan. “Jadwal bisa lebih cepat atau terlambat tergantung izin sertifikasi komponen,” kata dia.
Menurut Budi, proses sertifikasi komponen sendiri sudah mencapai 75 persen. Kendati demikian, prototipe N219 harus melewati serangkaian pengujian sistem di darat. “Kita akan lebih banyak menghabiskan waktu untuk tes integrasi sistem di ground, masing-masing sistem di tes satu-satu, dipastikan semua berfungsi. Istilahnya engine ground run, setelah semua beres baru bisa (uji terbang pertama),” kata dia.
Budi mengatakan, uji terbang pertama pesawat itu menjadi persyaratan mutlak untuk pengucuran anggaran pemerintah selanjutnya, agar pesawat itu bisa memasuki fase produksi massal. “Kita harus tunjukkan bahwa program ini berjala sesuai on the track, jadi kalau itu tercapai mudah-mudahan janji pemerintah akan support 100 persen bisa dipenuhi,” kata dia.
Budi mengatakan, pesawat itu membutuhkan 660 jam terbang untuk mendapatkan sertifikasi layak terbang Indonesia. “Kalau 2016 sudah mendapat persyaratan laik terbang, maka 2017 bisa di deliver ke customer. Dan tahun 2017 jgua kita akan aplikasi untuk international sertification,” kata dia.
Pesawat N219 dirancang mengungguli pesawat pesaing terdekatnya yakni Twin Otter yang dominan digunakan melayani penerbangan perintis di Indonesia. Salah satu kelebihan pesawat N219 itu dirancang mampu mengangkat beban kargo lebih banyak dari pesaingnya.
AHMAD FIKRI