TEMPO.CO, Klaten - Keluarga Bayu Oktavianto, 22 tahun, satu dari sepuluh awak kapal Brahma 12 yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina selatan, berharap media televisi tidak mengulang penayangan berita tentang pemenggalan seorang sandera asal Kanada.
"Kami memohon kepada semua stasiun televisi untuk tidak menayangkan peristiwa yang menimpa sandera asal negara lain itu. Berita itu dampaknya luar biasa bagi kami," kata Sutomo, 49 tahun, ayah Bayu, warga Dukuh Miliran, Desa Mendak, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Rabu, 27 April 2016.
Sebelumnya, milisi Abu Sayyaf memenggal lelaki asal Calgary, Kanada, John Ridsdel, pada Senin, 25 April 2016. Lelaki 68 tahun yang disandera sejak 21 September 2015 itu dibunuh setelah tenggat pembayaran tebusan sebesar 300 juta peso atau sekitar Rp 84,5 miliar yang dituntut Abu Sayyaf kepada pemerintah Kanada berakhir.
Setelah mendengar berita pemenggalan Ridsdel, ucap Sutomo, kesedihan yang dirasakan istrinya, Rahayu, 47 tahun, makin mendalam. Sejak Bayu dan sembilan rekan kerjanya disandera kelompok Abu Sayyaf pada 26 Maret 2016, ibu empat anak yang bekerja sebagai buruh di salah satu pabrik tekstil di Kabupaten Sukoharjo itu hingga kini belum bisa bekerja.
"Kami serahkan semuanya kepada perusahaan dan pemerintah," tutur Sutomo. Meski semakin mencemaskan kondisi Bayu sejak mengetahui insiden yang menimpa Ridsdel, Sutomo optimistis anak sulungnya itu bisa dibebaskan dalam keadaan selamat.
DINDA LEO LISTY