TEMPO.CO, Jakarta - Warna merah, putih, dan hitam menjadi rona yang muncul di seluruh elemen 1945. Ini nama restoran baru di Hotel Fairmont Jakarta. Merah-putih-hitam muncul di piring, dinding, hingga pintu dorong jembar yang menyembunyikan bagian dalam restoran dari koridor lantai dua hotel.
Sesuai dengan namanya, 1945 mengusung konsep makanan Indonesia yang dikemas dalam sajian fine dining. Salah satu yang muncul adalah pilihan menu ala rijstaffel—yang berarti meja nasi dalam bahasa Belanda—versi sederhana. Tak seakbar rijstaffel pada sajian era kolonial, di 1945, menu makan besar itu dipilah menjadi tiga opsi. Masing-masing berupa paket rijstaffel ayam, daging wagyu, dan ikan gindara. Semua bisa dipilih sesuai dengan selera Anda.
Baca Juga:
Setiap paket dilengkapi menu pembuka, sajian utama, dan minuman pencuci mulut. Terdapat dua pilihan menu pembuka yang disediakan, masing-masing sop timlo bebek atau sop buntut sapi berkuah bening. Untuk melengkapi itu, setiap menu bakal dilengkapi pilihan salad gurami mangga ataupun salad pecel kembang dan tahu isi.
Baca juga:
Burger dalam Batok
Bahasa Isyarat di Kafe Fingertalk
Jangan bayangkan bentuk tahu isi yang konvensional. Karena ini fine dining, presentasi menjadi urusan yang serius. Tahu isi ala 1945 terdiri atas dua tofu goreng yang ditumpuk dengan isian udang dan sayuran di tengahnya. Ukurannya pun hanya sebesar uang logam Rp 100 zaman dulu. Di bagian atasnya, ada sejumput telur ikan yang dioleskan.
Sop buntut sapi dan salad pecel kembang mereka layak untuk dicicipi. Sop buntutnya tidak terlalu ledok oleh rempah, tapi tetap menonjolkan rasa kaldu yang kuat. Adapun pecel kembang yang terdiri atas macam-macam bunga, mulai dari begonia hingga terompet, menggunakan dua bumbu. Satu bumbu petis yang dioleskan di atas piring yang mirip cobek, dan bumbu lain adalah bumbu kacang. Segar, dan berhasil menggugah selera untuk beralih ke menu berikutnya.
Sajian utama dari menu mini rijstaffel itu adalah ayam rujak dan sayur lodeh. Tampilan ayam yang memerah dengan bumbu kental meningkatkan ekspektasi atas rasa pedas. Tapi, ternyata untuk standar lidah Indonesia, ayam rujak itu jauh dari bayangan rasa pedas yang membikin terengah-engah. Adapun, sayur lodehnya cukup gurih meskipun tak terlalu kental. Menu utama itu didampingi oleh serundeng, sambal, dan kremes.
Baca juga:
Koedelos, Brownies Sensasi Dingin
Bubur Kepiting Ini Mengingatkan Jajanan di Hong Kong
Urusan nasi, 1945 punya pelayan khusus yang menghidangkannya. Dengan busana kebaya Kartini, tiga pramusaji menawarkan pilihan nasi merah, nasi kuning, atau nasi putih. "Mau tiga-tiganya juga boleh," kata salah satu pelayan.
Selain pilihan rijstaffel, 1945 juga menyediakan berbagai ragam nasi goreng. Nasi goreng wagyu, misalnya, punya presentasi yang cukup menarik dan berhasil dibungkus menjadi fine dining. "Rasanya juga enak," kata Dian, salah satu pengunjung 1945.
Untuk minuman, 1945 juga punya pilihan minuman herbal, seperti jahe sereh hingga kunyit asam yang disajikan dalam gelas putih bening yang diletakkan di atas nampan mirip cobek, plus piring kecil dengan brem berbentuk bulat. Rasanya pas dengan racikan minuman asli yang mungkin bisa ditemui di Yogyakarta ataupun warung-warung wedang lainnya.
Baca juga:
D'Cost Seafood Tawarkan 100 Persen Cashback
Cara Horor Pelanggan Marah ke Staf Restoran yang Mengusirnya
Sebagai hidangan penutup, kami menyarankan Anda untuk mencicipi Nastar Cake. Nama kue ini memang sama persis dengan kue kering berisi selai nanas yang jamak anda temui pada saat Lebaran. Tapi, bayangkan kue dengan ide serupa dengan eksekusi berbeda.
Alih-alih menyajikan kue kering, Nastar Cake ala 1945 justru menyuguhkan kue spons berwarna kuning, yang dilapisi selai nanas yang sedikit masam. Hasilnya adalah paduan nanas yang segar dengan sedikit rasa krim dari adonan kue spons. Cocok untuk mencuci berbagai macam hidangan yang sudah masuk sebelumnya.
Dari segi presentasi, 1945 layak diacungi jempol untuk kemampuannya mengangkat citra kuliner Indonesia menjadi fine dining serta memperkenalkannya kepada khalayak internasional. Dari segi cita rasa, resto ini lebih cocok untuk ekspatriat, ataupun mereka yang punya toleransi rendah terhadap rempah. Untuk Anda yang punya standar tinggi soal rempah dan hidangan otentik Indonesia, mungkin cita rasa ala 1945 terasa kurang gereget.
KORAN TEMPO | SUBKHAN J. HAKIM
Berita lainnya:
Jokowi Perintahkan Berantas Calo SIM dan STNK
Melamar Jadi Tukang Sapu, Pemuda Ini Dimintai Rp 10 Juta
Gila, 30 Tahun Pria Ini Intip Adegan Intim Tamu di Motelnya