TEMPO.CO, Jakarta - Adalah pendapat umum bahwa saat hamil, perempuan makan untuk dua orang sekaligus, dirinya dan janinnya. Banyak ibu hamil yang melipatkan asupan makanannya karena alasan ini.
Namun studi terbaru menyatakan saran itu tak masuk akal sama sekali. Justru Ibu yang menumpuk kalori pada saat hamil meninggalkan 'jejak' obesitas pada anak-anak mereka, bahkan ketika bayi terlahir dalam berat badan normal sekalipun. Kegemukan itu terjadi setelah bayi dilahirkan hingga berusia 10 tahun atau lebih.
Studi ini melengkapi studi sebelumnya yang menemukan ibu hamil yang berat badannya meningkat drastis berisiko melahirkan bayi yang lebih besar. Bayi lahir dengan berat badan di atas 3,8 kg lebih mungkin untuk menjadi anak obesitas di kemudian hari.
Dalam studi terbaru, anak-anak dari ibu yang menderita diabetes gestational - tingkat tertinggi gula darah - berada dalam peningkatan risiko terbesar. Mereka setidaknya 30 persen lebih mungkin untuk mengalami kelebihan berat badan atau obesitas pada usia antara 2-10 tahun dibandingkan dengan anak yang ibunya memiliki gula darah normal. Dan anak-anak dari ibu yang mengalami kenaikan berat badan 18 kg selama kehamilan setidaknya 15 persen lebih mungkin untuk kelebihan berat badan hingga usia 10 tahun dibandingkan dengan anak-anak yang ibunya mengalami kenaikan berat badan kurang dari angka itu.
Penelitian yang dilakukan oleh The Kaiser Permanente Centre for Health Research diikuti lebih dari 24 ribu ibu dan anak-anak mereka lebih dari 10 tahun. Semua ibu melahirkan bayi dengan berat badan normal antara tahun 1995 dan 2003. Dalam penelitian ini, catatan medis ibu dibandingkan dengan catatan anak mereka.
"Ketika perempuan mengalami peningkatan gula darah dan mendapatkan kelebihan berat badan selama kehamilan, maka metabolisme bayi terpengaruh dan akan berlanjut setelah lahir sehingga menjadi obesitas," kata Teresa Hillier, salah seorang peneliti. Dia menambahkan banyak faktor perilaku dan lingkungan lainnya yang berkontribusi terhadap obesitas, termasuk tidak menerima asupan air susu ibu (ASI), kebiasaan makan dan olahraga yang buruk pada anak, dan kurangnya asupan makanan sehat.
Studi ini diterbitkan dalam jurnal Maternal and Child Health Journal.
INDAH P | DAILY MAIL