TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti mengatakan chip bagi narapidana kejahatan seksual tidak bisa dipasang sembarangan. Sebab, perlu ada penyesuaian perangkat bagi setiap orang yang akan dipasangi chip. "Untuk pemasangannya secara teknis kan nanti dibahas, tidak sembarang setiap orang dikasih," katanya di Auditorium PTIK, Kebayoran Baru, Jakarta, Kamis, 12 Mei 2016.
Badrodin mengatakan, di beberapa negara, tidak semua narapidana dipasangi chip. Menurut dia, pemasangan chip hanya diterapkan kepada pelaku kekerasan seksual yang dianggap berpotensi membahayakan anak-anak setelah dibebaskan dari penjara. "Hanya orang-orang tertentu yang dipasangi, yang bisa membahayakan anak-anak," ujarnya.
Badrodin menjelaskan, pemasangan chip itu, misalnya, diberikan kepada narapidana pedofil melalui gelang kaki chip. Dengan begitu, nantinya narapidana tersebut bisa dimonitor dari kantor polisi. "Dia pergi ke mana saja bisa dipantau. Kalau sudah mendekat di tempat anak-anak, seperti sekolah, polisi sudah ada di sekitar itu," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani dalam rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo mengatakan pemberian chip terhadap pelaku kekerasan seksual merupakan hukuman tambahan dari hukuman kebiri agar bisa dipantau dan sebagai publikasi identitas. "Ini merupakan satu keputusan dari Presiden dan pemerintah untuk menindak pelaku kekerasan seksual terhadap anak karena itu kejahatan luar biasa. Harus diberi hukuman yang bisa memberikan efek jera," ucapnya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 11 Mei 2016.
Hukuman itu diwujudkan pemerintah dalam penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang Hukuman Kebiri untuk pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Tidak hanya itu, pemerintah juga akan secepatnya mengirim rancangan perpu itu ke DPR untuk dibahas pada masa sidang mendatang.
ABDUL AZIS