TEMPO.CO, Surabaya - Kejaksaan Tinggi Jawa Timur membacakan jawaban dalam sidang praperadilan anak Ketua Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur La Nyalla Mattalitti, Senin, 16 Mei 2016. Jawaban jaksa tidak jauh berbeda dengan jawaban di praperadilan sebelumnya. Jaksa menyebut anak La Nyalla tidak berhak mengajukan praperadilan.
Kuasa Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Bambang Budi Pramono, menyatakan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana memang membolehkan pihak ketiga yang berkepentingan mewakili persidangan. Namun, dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 76/PUU/2012 tanggal 8 Januari 2013, tidak menyebut keluarga masuk sebagai pihak ketiga yang berkepentingan. Pihak ketiga berkepentingan yang dimaksud adalah saksi, korban, pelapor, dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Sehingga legal standing jaksa dalam jawabannya secara tegas mengatakan anak La Nyalla tidak bisa dikelompokkan sebagai pihak ketiga.
“Namun itu semua bergantung pada bagaimana hakim nanti menafsirkan putusan MK tersebut,” kata Bambang.
Selain itu, dalam pembukaan jawaban, jaksa memberi sindiran halus kepada ahli. Tidak hanya ahli dalam kasus La Nyalla, tapi juga secara umum. Jaksa menyebutkan, tersangka korupsi pada umumnya mempunyai kemampuan keuangan yang memadai untuk menghadirkan ahli hukum. Tak sembarangan, pakar ini bergelar profesor doktor yang mengajar di universitas. Tidak jarang keterangan ahli menuai kritik untuk menjustifikasikan kepentingan kasusnya. (Baca: Terjawab, Misteri La Nyalla Mampu Sembunyi Lama di Singapura)
Seusai persidangan, Bambang menegaskan, argumen ahli harus diperhatikan secara mendasar untuk menemukan hukum. “Tidak semua begitu. Keahlian sifatnya profesional, bergantung pada keterangan yang ahli kami butuhkan, dan itu relevan atau tidak dengan keahliannya,” ujar Bambang menjelaskan uraian jawaban yang telah dibacakan.
Selanjutnya, jawaban jaksa di poin lain masih sama dengan sebelumnya. Jaksa masih mempermasalahkan kuitansi yang menjadi bukti dasar di praperadilan sebelumnya. Dalam jawaban sebanyak 30 halaman itu, jaksa memohon hakim tunggal Mangapul Girsang mengabulkan jawabannya.
Perihal jawaban jaksa tersebut, penasihat hukum La Nyalla, Sumarso, mengatakan jawaban jaksa secara keseluruhan masih sama. Tidak ada yang berubah. Begitu juga dengan surat permohonan yang dimohonkan anak Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia itu. (Baca: Kadin Belum Pecat La Nyalla yang Berstatus Buron dan Anggota Komite Eksekutif PSSI Pertanyakan Alasan Kelompok 85)
Dari pengamatan Tempo, perbedaan antara surat permohonan dan surat jawaban dari kedua belah pihak dalam praperadilan kali ini dan sebelumnya adalah soal pemohon yang mengajukan permohonan praperadilan untuk ayahnya.
La Nyalla ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dana hibah Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur untuk membeli saham perdana Bank Jatim sebesar Rp 5,3 miliar. Atas pembelian itu, La Nyalla mendapat keuntungan senilai Rp 1,1 miliar. Selain itu, dia ditetapkan sebagai tersangka atas kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pada dana hibah Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur yang diterima tahun 2011-2014. Dana hibah itu senilai Rp 48 miliar. Namun jaksa belum menyebut jumlah kerugian dalam TPPU.
Saat ini La Nyalla ada di Singapura. Keberadaannya itu terlacak oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan Interpol. Namun sampai saat ini jaksa belum bisa menangkapnya. Sebab, kata Kepala Seksi Penyidikan Kasus Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Dandeni Herdiana, keberadaan La Nyalla ada di negara yang tidak ada kerja sama secara yurisdiksi dengan Indonesia. (Baca: La Nyalla Kini di Singapura, Ini Rute Masuknya dari Malaysia)
SITI JIHAN SYAHFAUZIAH