TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin Redaksi Obor Rakyat Setyardi Budiono mengatakan, dalam pendistribusian surat kabarnya, ia sengaja menyasar pesantren. "Target pasar kami memang pesantren. Setiap media pasti punya target pasar. Saya menganggap, pesantren itu yang kurang atau perlu diberikan informasi," ucap Setyardi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, 17 Mei 2016.
Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum Zulkifli mengatakan, untuk edisi pertama, Obor Rakyat mencetak 281.250 eksemplar. Tabloid tersebut kemudian dikirim melalui kantor pos ke beberapa pondok pesantren di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Madura. Untuk biaya cetak dan pengemasan, Obor Rakyat mengeluarkan biaya Rp 253.125.000.
Obor Rakyat edisi pertama yang diterbitkan pada 5-11 Mei 2014 telah diterima beberapa pesantren, di antaranya Pondok Pesantren Al Mizan Majalengka, Jawa Barat; Pondok Pesantren Al Amien, Banyumas, Jawa Tengah; Pondok Pesantren Yayasan Tahsinul Akhlaq Bahrul Ulum (Yatabu), Surabaya, Jawa Timur; dan Pondok Pesantren Darul Rahman, Bangkalan, Madura.
Sasaran pesantren tersebut diakui Setyardi dipilih secara acak melalui penelusuran mesin pencari atau search engine Google.com. "Di Kementerian Agama, data semua pesantren di seluruh Indonesia itu ada. Anda Google-ing saja daftar pesantren. Sekarang ini, apa sih yang enggak ada di 'Mbah Google'?" ujar Setyardi.
Setelah surat kabar dikirim, saksi, K.H. Maman Imanul Haq dari Pondok Pesantren Al Mizan Majalengka, Jawa Barat, menerima dan membaca Obor Rakyat.
Pada 4 Juni 2014 sekitar pukul 11.00 WIB, Maman Imanul Haq menyerahkan Obor Rakyat kepada Tim Hukum Joko Widodo-Jusuf Kalla di kantor Media Center Jokowi-JK di Jalan Cemara Nomor 19 Menteng, Jakarta Pusat.
Ketika membaca pemberitaan tersebut, Jokowi terusik karena sebagian besar isi tulisan itu tidak benar serta tanpa didukung dengan data yang akurat secara hukum. Selain itu, Obor Rakyat edisi 01, 5-11 Mei 2014, yang didirikan terdakwa, tidak terdaftar dan tidak memiliki badan hukum serta susunan redaksi, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Joko Widodo mengadukan perbuatan terdakwa secara tertulis ke Penyidik Bareskrim Polri,15 Juni 2014. Atas perbuatannya, mereka, sebagaimana diatur, diancam dikenakan Pasal 310 ayat (2) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 311 ayat (1) KUHP juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
LARISSA HUDA