TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Maura Linda Sitanggang menyatakan tengah ada penyelidikan mengenai peredaran vaksin palsu. Penyelidikan ini guna mengetahui apakah peredarannya dilakukan korporasi atau individu. Rumah sakit ataupun puskesmas yang terbukti mengedarkan vaksin palsu akan dikenai sanksi.
"Penyidikan, kan, sedang dilakukan, apa korporasi atau individu, ada sanksinya," kata Maura di Badan Reserse Kriminal Polri, Selasa, 28 Juni 2016. Sanksi itu bergantung pada hasil penyidikan oleh Polri.
Menurut Maura, fenomena vaksin palsu ini bukan karena kelalaian dari Kementerian Kesehatan serta Badan Pengawas Obat dan Makanan. Ia menganggap pengeluaran vaksin sangat ketat. Maura menjelaskan, prosedur pengeluaran vaksin yang legal seperti pada obat. Ada kontrol dengan cara mendaftarkan jenis vaksin ke BPOM.
Ia mengatakan setiap batch vaksin wajib memiliki rilis dari BPOM. Produsen vaksin saat ini dari Bio Farma dan dari luar negeri yang diimpor sesuai dengan prosedur.
Setelah vaksin beredar, pengujian dilakukan serta digelar inspeksi ke distributor. "Sistem saat ini yang sangat ketat," ujarnya. Maura mengatakan, pada 24 Juni 2016, Kementerian Kesehatan telah memberikan surat edaran mengenai vaksin palsu kepada semua unit pelayanan vaksin. Dalam surat edaran itu, tercantum distributor vaksin yang resmi dan sumber-sumber vaksin yang bisa digunakan.
Hingga kini, polisi baru menangkap 16 pelaku. Maura mengatakan kasus ini bisa dikembangkan hingga keterlibatan rumah sakit apabila terdapat dugaan kuat rumah sakit turut mengedarkan vaksin palsu.
DANANG FIRMANTO