TEMPO.CO, Brussels - Ketua Komite Urusan Konstitusional Parlemen Eropa (AFCO) Danuta Maria Hübner mengatakan bahasa Inggris dapat dilarang penggunaannya sebagai bahasa resmi Uni Eropa setelah Inggris memutuskan keluar dari Uni Eropa (Britain Exit—Brexit).
Meski bahasa Inggris paling banyak digunakan di Eropa, bahasa itu berpotensi di-block seiring Uni Eropa mulai mengurangi pengaruh Inggris di wilayahnya. Setelah itu, setiap anggota negara memiliki hak untuk mencalonkan bahasa utama mereka di Brussels, tapi harus bahasa selain Inggris.
"Inggris adalah bahasa resmi kita karena kita telah diberi tahu Inggris. Namun, jika (sekarang) kita tidak memiliki Inggris, berarti kita tidak menggunakan bahasa Inggris," ujar Hübner dalam konferensi pers tentang konsekuensi hukum referendum Brexit seperti dikutip dari Telegraph.co.uk pada Rabu, 29 Juni 2016.
Hal ini berarti status hukum akan dihapus ketika Inggris meninggalkan Eropa, meskipun bahasa itu telah digunakan sehari-hari di Irlandia dan Malta. Meski dua negara itu memilih Gaelic dan Maltese masing-masing sebagai bahasa resmi mereka.
Adapun Polandia menyatakan Inggris mungkin tetap menjadi bahasa yang digunakan di kantor-kantor. Namun, untuk menetapkannya menjadi bahasa resmi, harus mendapat persetujuan dari negara anggota. Sebagai alternatif lain, Hübner menyarankan aturan bisa berubah dengan cara membiarkan negara-negara anggota memiliki lebih dari satu bahasa resmi.
Bahasa Prancis awalnya merupakan bahasa dominan yang banyak digunakan di Uni Eropa hingga 1990-an. Namun berubah setelah Uni Eropa kedatangan anggota, seperti Swedia, Finlandia, dan Austria, didukung negara Eropa timur lain yang telah mengadopsi Inggris sebagai bahasa keduanya. Dokumen Uni Eropa dan teks hukum telah diterjemahkan ke dalam 24 bahasa resmi anggota blok tersebut. Namun, jika Inggris keluar, mereka harus menerjemahkan sendiri.
Meski demikian, tidak semua menerima pernyataan Hübner. Komisaris Uni Eropa asal Jerman, Gunther Oettinger, membantah dan mengatakan Inggris tetap menjadi bahasa utama yang digunakan untuk komunikasi sehari-hari. "Kami memiliki serangkaian negara-negara anggota yang berbahasa Inggris dan kita semua menerima bahwa bahasa Inggris adalah bahasa dunia," kata Oettinger.
TELEGRAPH.CO.UK | DESTRIANITA KUSUMASTUTI