TEMPO.CO, Jakarta - Siap-siap saja ruangan kantor bakal penuhdengan oleh-oleh dari rekan-rekan yang baru saja pulang mudik. Beberapa penganan khas daerah memang menjadi kebanggaan tersendiri jika dibawa ke kantor untuk kemudian dinikmati bersama. Buat Anda yang masih menyisakan hari di kampung, ada baiknya kini saatnya berburu penganan khas sebagai buah tangan.
Warga Solo punya oleh-oleh penganan khas yang kian digemari, yaitu serabi Notosuman. Untuk mendapatkannya, para pembeli rela antre berdesakan di sebuah kios kecil di Kampung Notosuman.
Kelezatan serabi Notosuman memang sudah terkenal ke seantero Jawa. Meski banyak serabi lainnya di Solo, serabi Notosuman boleh dibilang rajanya serabi di kota itu. Bahkan harganya dua kali lebih mahal daripada serabi di tempat lain. Namun rasanya enak dan awet hingga 24 jam.
Serabi Notosuman pertama kali dirintis Hoo Gek Hok pada 1923. Dengan usahanya itu, Hok menghidupi seluruh keluarganya. Saat ini bisnis serabi Notosuman dijalankan Handayani, salah seorang cucu Hoo Gek Hok. "Ini usaha turun-temurun. Saya generasi ketiga setelah nenek dan ibu. Saya memulainya sejak 1958," ujar Handayani.
Handayani dibantu anaknya, Yohana, 37 tahun, dan pekerjanya sudah memulai aktivitas pembuatan serabi pada pukul 04.00 WIB. Dimulai dengan menyiapkan adonan yang terdiri atas tepung beras, gula pasir, dan santan. Adonan yang sudah jadi lalu dimasak dalam wajan kecil dari tanah liat di atas tungku kecil atau anglo dengan bahan bakar arang.
"Agar awet, kalau hendak dibawa ke Jakarta biar dingin dulu," kata Handayani. Serabi Notosuman memiliki ciri tersendiri. Bagian tengah yang lebih tebal rasanya lebih manis dan tekstur kuenya tidak terlalu kering sehingga bagian kulit pinggirnya lebih lunak. Bila di tempat lain serabi dimodifikasi dengan menambah rasa tertentu, serabi Notosuman memilih menyajikan seperti saat pertama kali dikenal.
Yohana, yang kini lebih banyak menangani aktivitas pembuatan serabi Notosuman, mengaku setiap hari membutuhkan lebih dari 1 kuintal tepung beras. Pada liburan Lebaran seperti saat ini, jumlahnya bisa berlipat. Sebanyak 20 pekerja terlibat dalam pembuatan kue tersebut. "Banyak TKI (tenaga kerja Indonesia) dari Arab yang membawa serabi Notosuman untuk oleh-oleh," kata Yohana.
Dibandingkan dengan serabi lain, rasa serabi Notosuman lebih kenyal tapi lembut di lidah. Sebenarnya makanan ini lebih enak disantap saat masih hangat. Menurut Yohana, serabi Notosuman sebenarnya sudah buka di beberapa tempat, seperti Yogyakarta, Salatiga, dan Jakarta. "Mungkin kurang marem kalau tidak bawa dari Notosuman langsung meski sebenarnya rasanya sama karena satu resep," katanya.
KORAN TEMPO
Berita lainnya:
Bersihkan Perabot dengan Lemon, Kinclong dan Menyegarkan
Atasi Kantong Jebol Habis Lebaran
Thoprak yang Ini Berkuah Seperti Bakso