TEMPO.CO, Bandung - Bobot seorang bocah lelaki berusia 10 tahun 4 bulan asal Kabupaten Karawang, AP, melesat hingga 190 kilogram. Dari hasil pemeriksaan sementara tim medis Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, obesitas tersebut akibat pola makan.
Orang tua AP bersama Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana serta pejabat terkait mengantar AP ke RSHS Bandung, Senin siang, 11 Juli 2016. Mereka ingin bobot AP bisa berkurang hingga normal sesuai dengan anak seusianya. Sebelumnya, dalam kurun satu tahun ini, AP sudah dua kali diperiksa di RSHS Bandung.
Ketua Tim Dokter yang menangani AP, Julistio Djais, mengatakan bobot ideal AP dengan tinggi 147 sentimeter adalah kurang dari 50 kilogram. “Tapi satu tahun lalu sudah lebih dari 100 kilogram, sekarang 190 kilogram,” ujarnya di RSHS Bandung, Senin, 11 Juli 2016.
Dari hasil penilaian kesehatan AP, tidak ditemukan gangguan komplikasi organ vital, seperti jantung, paru-paru, atau ginjal, akibat kegemukan tingkat morbid obesity tersebut. “Gemuknya diketahui baru akibat lemak di bawah kulit,” kata Julistio. Tim dokter merencanakan pemeriksaan lanjutan selama dua pekan untuk mencari penyebab kegemukan, apakah akibat genetika atau perilaku makan.
Bocah AP diketahui menyantap hingga 6.500-6.800 kalori per hari tahun lalu. Padahal anak seusianya cukup mengkonsumsi 2.300 kalori per hari. “Sisanya sekitar 4.500 kalori bisa menaikkan berat badan 0,5 kilogram per hari,” kata dokter spesialis anak tersebut. Meskipun tiga bulan terakhir konsumsi makannya berkurang menjadi 3.800 kalori per hari, jumlah itu masih cukup tinggi.
Baca Juga:
Ayah AP, Ade Somantri, mengatakan, selain biasa makan berat empat kali sehari, anaknya suka minuman segar dalam kemasan hingga 20 gelas per hari. Sekitar tiga kali sepekan, AP juga makan dua bungkus mi instan dengan dua telur ayam.
Belakangan, karbohidrat dikurangi serta buah pisang dan apel jadi santapan harian. Pada usia 4-5 tahun, tubuh AP mulai menggemuk hingga melesat pada umur 8-10 tahun.
ANWAR SISWADI