TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar 60 persen dana repatriasi dari program amnesti pajak diprediksi akan diinvestasikan ke sektor properti. Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mengatakan masuknya dana repatriasi akan memberikan dorongan psikologis yang kuat kepada para investor untuk melakukan investasi di sektor properti.
"Mengapa properti menjadi prioritas utama? Dana masuk paling tidak harus mengendap selama tiga tahun. Sektor properti sebagai investasi jangka panjang akan menjadi sebuah pilihan utama dengan peningkatan nilai properti yang semakin bertumbuh. Sektor properti sebagai salah satu lokomotif perekonomian harus menjadi perhatian pemerintah," ucap Ali saat dihubungi, Sabtu, 23 Juli 2016.
Ali berujar, dana repatriasi yang akan mengalir ke sektor properti tersebut akan masuk lebih dulu melalui perbankan ataupun pembelian langsung. Diperkirakan dana pembelian langsung properti akan memberi penambahan kapitalisasi pasar properti hingga Rp 180 triliun. "Sehingga perkiraan total kapitalisasi pasar menjadi sebesar Rp 380 triliun," tuturnya.
Menurut Ali, program amnesti pajak harus diikuti dengan adanya insentif bagi para pemodal untuk berinvestasi di sektor ini. Ia menyambut baik rencana pemerintah memberi pengurangan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) bagi dana investasi real estate (DIRE) sebesar 1 persen dan pajak penghasilan sebesar 0,5 persen yang diharapkan akan meningkatkan penerbitan DIRE oleh pengembang.
Ali mengatakan mekanisme penanaman modal di sektor properti seharusnya dipermudah sehingga dapat menjadi stimulus masuknya dana repatriasi di sektor properti. "Dengan modal kuat dari luar, para investor akan secara jangka panjang memberikan kontribusi kepada perekonomian nasional, sehingga dana-dana yang masuk menjadi sangat bermanfaat."
Pemerintah, ucap Ali, harus dapat mengukur dampak negatif yang akan muncul pascaamnesti pajak. Pembangunan sektor infrastruktur dan properti akan memberikan dampak luar biasa kepada pertumbuhan ekonomi. "Namun, dengan banyaknya pembelian properti, akan terjadi peningkatan harga properti yang juga tinggi," ujarnya.
Pembelian tersebut, menurut Ali, juga dilakukan dengan cara cash, sehingga tidak ada instrumen perbankan yang dapat mengaturnya. "Meskipun masih belum dapat dikatakan akan terjadi bubble, harga tanah pasti akan terdongkrak naik, dan pada akhirnya tanah-tanah untuk properti menengah ke bawah akan semakin langka."
Hal itu akan berdampak pada semakin sulitnya pemerintah merealisasi program sejuta rumah. Ali meminta pemerintah menyiapkan antisipasi dengan sebuah mekanisme pengendalian harga tanah. "Seperti bank tanah yang sejak dulu belum juga tersentuh. Bank tanah merupakan faktor strategis dalam pengendalian harga tanah."
ANGELINA ANJAR SAWITRI