TEMPO.CO, Jakarta - Staf Ahli Menteri Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi Bidang Relevansi dan Produktivitas, Agus Puji Prasetyono, mendorong politeknik sebagai pencetak sumber daya manusia berketerampilan menengah lebih intens beraliansi dengan dunia industri. Aliansi itu penting karena dengan begitu, pengelola politeknik bisa memetakan dengan baik kebutuhan industri, sehingga peluang lulusan politeknik untuk diterima di pasar kerja semakin besar.
Hal itu disampaikan Agus dalam acara diskusi terbatas yang digelar Kemenristek Dikti di kampus Politeknik Negeri Semarang (Polines), Tembalang, Semarang, pada Jumat, 29 Juli 2016 lalu. Saat ini, kata Agus, ada 262 penyelenggara politeknik negeri dan swasta di Indonesia, yang berpotensi besar untuk berkontribusi dalam perkembangan industri.
Untuk mewujudkan hal itu, Agus menilai semua politeknik harus bisa mengenali potensinya dan memahami masalah yang dihadapi industri. “Dari situlah, politeknik bisa mulai membenahi kurikulum pendidikannya agar sesuai dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan pasar kerja,” ujar Agus Puji Prasetyono.
Agus menjelaskan, saat ini ada perubahan paradigma dalam skema pendanaan program-program pemerintah. Sebelumnya, penganggaran di pemerintah mengacu pada 'money follow function'. Tapi kini penganggaran berubah menjadi 'money following program' atau uang mengikuti program yang akan dilaksanakan.
Dengan paradigma ini, penyelenggara politeknik berkesempatan mengajukan program kepada Kemenristekdikti yang punya dampak besar terhadap industri.
Saat ini Kemenristekdikti sudah mendorong agar produk yang dihasilkan politeknik mengarah pada tingkat kesiapan teknologi (Technology Readiness Level) level 9. Pada level ini, sebuah teknologi sudah dianggap proven atau terbukti andal, karena sudah lulus uji lapangan, uji fungsi, serta bisa diterima pasar. “Politeknik seharusnya bisa berkontribusi menciptakan purwa rupa layak pasar karena memiliki infrastruktur yang lebih baik dibandingkan universitas,” ujar Agus.
Sementara itu, Dirjen Kelembagaan dan Dikti Kemenristekdikti, Patdono Suwignyo, menekankan pentingnya politeknik berbadan hukum. Karena dengan berstatus badan hukum, sebuah politeknik negeri bisa mengelola sumber daya manusia dan keuangannya secara mandiri atau otonom, dan melakukan banyak terobosan.
Meski memiliki otonomi, politeknik negeri berbadan hukum tetap harus tunduk terhadap kebijakan pemerintah. Artinya tidak boleh menentang kebijakan pemerintah. “Semisal, tetap harus menerima 20 persen mahasiswa dari kalangan miskin. Kebijakan ini tidak boleh ditentang,” tutur Patdono.
Dari 262 politeknik di Indonesia, sebanyak 43 politeknik berstatus negeri, dan 166 politeknik lainnya berstatus swasta, dan 53 lainnya merupakan politeknik kedinasan. Politeknik paling banyak berada di Pulau Jawa dengan jumlah 128 politeknik, sebanyak 60 politeknik tersebar di wilayah Sumatera, Kepulauan Riau, serta Bangka Belitung. Sedangkan Papua dan Papua Barat hanya memiliki sembilan politeknik.
DESTRIANITA