TEMPO.CO, Jakarta - Mengambil gambar polah anak yang unik dan menggemaskan memang mengasyikkan. Selain sebagai hiburan, wajah anak yang menghiasi ponsel kita akan mengingatkan aktivitas lucu bersama buah hati.
Sering kali kita ingin berbagi kebahagiaan itu dengan orang lain di media sosial. Di berbagai akun media sosial, banyak dijumpai orang tua yang gemar mengabadikan setiap kegiatan si kecil, termasuk segala detailnya. Misalnya, momentum kelahiran, makan pertama, bermain, jalan-jalan, sekolah, hingga tidur.
Tanpa disadari, niat mengabadikan momentum bahagia tersebut dapat menjadi umpan yang memancing niat jahat kelompok tertentu. Anak-anak pun berisiko terjerat aksi predator pedofilia, perisakan (bullying), perampokan, penculikan, pencurian identitas, dan lainnya.
Sebelum memutuskan untuk mengunggah foto atau video yang memuat wajah dan aktivitas anak, ada beberapa rambu yang mesti diperhatikan. Pertama, jangan memasang foto anak beserta dengan identitas lengkap.
Jangan sekali-sekali mengumbar identitas anak, seperti nama lengkap, tanggal lahir, nama sekolah, alamat sekolah, nomor telepon, dan sebagainya di media sosial. Hal tersebut akan memudahkan orang jahat untuk melacak keberadaan buah hati.
Kedua, berhati-hatilah dengan fitur di media sosial. Pastikan fitur geo-tagging atau penanda lokasi dinonaktifkan saat mengunggah foto anak. Ketiga, sebaiknya batasi daya akses atau privasi foto anak sebatas pada anggota keluarga atau lingkungan yang bisa dipercaya.
Keempat, jangan sekali-sekali memasang foto anak dengan tampilan yang memungkinkan dia menerima pelecehan, penghinaan, dan perundungan. Kelima, pikirkanlah sudut pandang anak. Belum tentu semua anak senang fotonya dipamerkan di medsos oleh orang tuanya.
Keenam, jangan memasang foto anak lain tanpa seizin orang tuanya. Ketujuh, informasikan dan ajaklah keluarga dan teman untuk berhati-hati dan lebih bijak saat memasang foto buah hatinya di internet.
Dari sudut pandang psikologis, kebiasaan pamer foto anak di media daring ternyata bisa berdampak buruk bagi kejiwaan anak. Tidak sedikit anak yang terjangkit over-narcisistic syndrome dan terjerat persaingan tidak sehat dengan anak-anak lain sepantarannya.
Psikolog Klinis Rosdiana Setyaningrum menyarankan ketimbang orang tua sibuk mengumbar pencitraan terhadap anaknya di media sosial, ada baiknya mereka lebih fokus pada prestasi riil buah hatinya dalam kehidupan sehari-hari. “Jangan sampai pencitraan di media sosial tidak seimbang dengan kondisi nyata si kecil. Selain itu, dengan mengurangi kebiasaan pamer foto anak di media sosial, orang tua dapat lebih jeli menelaah kondisi dan realitas yang terjadi pada kehidupan sehari-hari,” ujarnya.
Ada baiknya, ponsel pintar dimanfaatkan dengan lebih bijak oleh para orang tua untuk membantu tumbuh kembang putranya. Daripada membanjiri media sosial dengan foto-foto anak secara terus-menerus, manfaatkanlah media daring untuk menggali informasi yang penting. “Lebih baik orang tua menggunakan internet untuk menggali informasi tentang pola asuh yang baik, bagaimana memenuhi gizi anak, atau cara mendidik anak yang baik, ketimbang pamer foto anak secara ekstensif," kata Rosdiana.
Berita lainnya:
Ladies, Jangan Takut Keluar dari Zona Nyaman
Yang Wanita Lakukan Saat Merindukan Kekasihnya
Berusaha Merampingkan Perut tapi Tetap Buncit, Ini Salahnya