TEMPO.CO, Surabaya - Sebanyak enam partai politik di Surabaya meminta Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini tetap memimpin Kota Surabaya dan menjaga amanah warga Kota Surabaya. Mereka juga meminta Risma tidak ikut dalam kontestasi Pilkada DKI Jakarta.
Enam parpol itu adalah Partai Golkar, NasDem, Gerindra, Demokrat, PAN, dan Partai Hanura. Para pimpinan parpol itu diwawancarai Tempo secara bertahap sejak Senin, 15 Agustus 2016 hingga hari ini, Selasa, 16 Agustus 2016.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Hanura Surabaya Wisnu Wardhana meminta Risma menyelesaikan tugasnya hingga lima tahun ke depan. Dengan begitu Risma bisa menyuguhkan kinerja yang sempurna bagi bangsa. “Biarlah Bu Risma meneruskan perjuangannya dulu di Surabaya,” kata Wisnu.
Hanura yang memiliki tiga kursi di DPRD Kota Surabaya meminta agar Risma dan Ahok sebagai kepala daerah yang berhasil membangun daerahnya tidak diadu domba untuk kepentingan tertentu. “Biarkan orang-orang hebat membangun daerahnya dan mereka yang terhebat kita dukung memimpin Indonesia,” ujar Wisnu.
Ketua DPD Partai Golkar Kota Surabaya Blegur Prijanggono menjelaskan partainya yang memiliki empat kursi di DPRD Kota Surabaya meminta supaya Risma tetap menyelesaikan tugas dan janjinya pada saat kampanye. Ide-ide cemerlang dan program-program untuk memajukan Kota Surabaya harus direalisasikan semuanya. “Pada dasarnya Golkar Surabaya menginginkan Bu Risma menyelesaikan tugas dan janjinya,” ucap Blegur.
Menurut Blegur, sikap Partai Golkar Surabaya tidak ada kaitannya dengan dukungan DPP Golkar maupun DPD Golkar DKI Jakarta terhadap Ahok. Golkar Surabaya melihat secara langsung kinerja Risma yang sangat bagus selama memimpin Kota Surabaya.
Ketua DPD Partai NasDem Surabaya Sudarsono Rahman memastikan partainya menginginkan Risma tetap memimpin Kota Surabaya. Alasannya, Risma cukup berprestasi membangun Kota Surabaya dan sangat dicintai oleh rakyat Surabaya, sehingga mayoritas warga menginginkan Risma tetap melanjutkan pembangunan di Kota Surabaya.
“DPD Partai Nasdem Surabaya masih menginginkan Risma tetap di Surabaya dan mengamini keinginan mayoritas masyarakat itu,” tutur Sudarsono.
Menurut Sudarsono, tidak pantas apabila Risma ditarik-tarik untuk diadu di daerah lain demi mengikuti ambisi partai tertentu. Bahkan, ia meminta supaya tokoh atau pimpinan daerah tetap membangun daerahnya masing-masing.
“Kalau ada 400 tokoh daerah seperti Bu Risma, betapa makmurnya rakyat di daerah-daerah, sehingga tidak ada kesenjangan yang mencolok antara daerah yang satu dengan lainnya,” katanya.
Sudarsono menjelaskan, sikap meminta Risma untuk tetap memimpin Kota Surabaya berbeda dengan keputusan DPP Partai Nasdem yang mendukung Ahok. Sebab, tarik-menarik Risma ke Jakarta itu menyangkut persoalan lokal, yaitu Kota Surabaya. “Jadi, itu harus dibedakan,” ujar Sudarsono.
Partai Gerindra, yang memiliki lima kursi di DPRD Kota Surabaya, juga meminta Risma tetap memimpin Kota Surabaya karena masih sangat dibutuhkan warga Surabaya. Selain itu, periode kedua masa jabatan Risma baru memasuki bulan keenam, Sedangkan Pilkada Surabaya menghabiskan dana sekitar Rp 80 miliar. “Secara moral, tidak nyamanlah kalau (Risma) berangkat ke Jakarta,” ujar Ketua DPC Partai Gerindra Kota Surabaya Sutadi.
Sutadi mengatakan, sikap partainya bukan berarti menafikan Wakil Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana tidak bisa memimpin Kota Surabaya. Ia sangat yakin Whisnu bisa memimpin Surabaya karena sudah banyak belajar pada Risma.
Sutadi yang pernah menjabat Sekretaris Kota Surabaya itu juga memahami Risma sebagai kader PDIP dan telah memiliki kartu tanda anggota. “Katakanlah beliau tidak ingin ke Jakarta, tapi Bu Risma juga tidak bisa menolak apabila itu perintah partai,” ucap Sutadi.
Partai Demokrat, yang memiliki enam kursi di DPRD Kota Surabaya, pun menginginkan Risma tetap memimpin Kota Surabaya. Partai Demokrat mencatat selama ini Risma mengatakan dipilih oleh warga Surabaya dan akan menjalankan tugas hingga lima tahun ke depan.
Selain itu, Risma juga pernah mengatakan akan menanyakan kepada warga Surabaya apakah harus berangkat ke Jakarta atau tidak. “Perlu diingat bahwa 86 persen warga Kota Surabaya yang memilih beliau. Apakah Bu Risma akan menanyakan kepada 86 persen itu,” kata politisi Demokrat, yang juga Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya, Herlina Harsono Njoto.
Berbagai catatan itu, kata Herlina, merupakan komitmen politik Risma kepada warga Surabaya, sehingga Partai Demokrat beranggapan bahwa Risma harus tetap memegang komitmennya kepada warga Surabaya.
“Yang bisa dipegang dari seorang pemimpin adalah komitmennya,” ujar Herlina, seraya mengakui bahwa sebagai petugas partai Risma sulit menolak untuk ke Jakarta. “Tapi walaupun perintah partai, bukan berarti tidak ada pertimbangan lainnya.”
Partai Amanat Nasional Surabaya yang memiliki empat kursi di DPRD Kota Surabaya juga memilih sikap sama. Namun, PAN Surabaya meminta apabila Risma dibawa ke Jakarta, maka Surabaya juga harus lebih baik.
“Kalau saya sebagai pribadi warga Surabaya memilih Bu Risma di Surabaya saja, karena amanah harus dipertanggung jawabkan, jangan sampai tidak dipertanggungjawabkan, itu pilhan rakyat,” kata Ketua DPD PAN Surabaya Surat.
Surat mengaku secara detail partainya belum pernah membahas persoalan tersebut. Ia hanya melihat dari sisi asas manfaatnya. Apabila berangkat ke Jakarta hanya untuk mengalahkan Ahok, tidak ada gunanya. Tapi, kalau ke Jakarta bisa lebih baik, maka itu sangat bagus.
“Tapi, sekali lagi harus diingat, menjadi Wali Kota Surabaya itu pilihan rakyat, dan harus dipertanggung jawabkan selama lima tahun,” ujar Surat.
MOHAMMAD SYARRAFAH