TEMPO.CO, Jakarta - Ahli psikiatri dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Natalia Widiasih Rahardjanti, menemukan sejumlah inkonsistensi keterangan yang disampaikan Jessica Kumala Wongso saat pemeriksaan psikologi forensik, Maret lalu.
"Satu di antara keterangan Jessica mengaku menolong Mirna (Wayan Mirna Salihin) yang sedang sekarat," kata Natalia di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis, 18 Agustus 2016. Padahal, saat dicek melalui closed circuit television (CCTV), Jessica justru menjauhi Mirna yang sedang kritis.
Natalia mengatakan Jessica sama sekali tak pernah membantu menolong Mirna. Jessica hanya berdiri mematung saat orang-orang sedang menolong Mirna. Secara psikologis, dia menambahkan, respons Jessica sangat tak wajar. Sebab, Jessica adalah teman Mirna. Padahal, dalam kondisi genting, orang tak kenal pun akan mengambil sikap menolong Mirna.
Mirna meninggal setelah minum es kopi Vietnam di kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Januari lalu. Mirna diduga dibunuh dengan cara diberi racun sianida melalui kopi yang ia minum. Jessica, teman Mirna, yang saat itu berada di lokasi, menjadi terdakwa pembunuh Mirna.
Baca: 3 Kejanggalan Tingkah Jessica Saat Mirna Meregang Nyawa
Baca Juga:
Inkonsistensi keterangan kedua ialah alasan Jessica yang tak melayat ke rumah duka Mirna. Jessica beralasan, asmanya kambuh. Padahal, dari riwayat medis, penyakit asma Jessica sudah lama tidak kambuh.
Jessica juga inkonsisten saat mengatakan ia dilarang keluarga Mirna untuk melayat. Menurut Natalia, Hani, teman Mirna, membantah keterangan itu.
Jessica pun inkonsisten saat ditanya soal permasalahan dengan pacarnya, Patrick, di Australia. Dia mengaku sama sekali tak punya masalah dengan Patrick. Padahal, dari temuan Natalia, Jessica dalam setahun terakhir berkonflik dengan Patrick karena kekasihnya itu selingkuh.
Baca:
Psikiatri: Mirna Tewas, Jessica Menyesal Pulang ke Indonesia
Jessica Ikut Perayaan 17 Agustus di Penjara, Lomba Gendong..
Hakim Sidang Jessica: Target MA, 5 Bulan Perkara Harus Putus
Jessica juga membantah ihwal percobaan bunuh diri dan tindakan kriminal yang pernah ia lakukan di Australia. Natalia mengatakan pihaknya telah memverifikasi semua kejadian itu. Bahkan, saat Jessica menabrak rumah panti jompo, peristiwa itu diliput media massa setempat.
Natalia menambahkan, Jessica cenderung orang yang stabil dan memiliki rencana-rencana sebelum menjalani rutinitasnya. Tapi, mendadak, sikapnya dapat berubah menjadi impulsif jika ada tekanan dan hal-hal mendadak di luar dugaannya. Ini yang bisa memicu tindakan kekerasan.
Jessica, kata Natalia, memiliki peluang besar bertindak menyakiti diri sendiri atau orang lain, baik secara fisik maupun verbal. Hal ini dipicu oleh tekanan masalah dan tidak adanya dukungan dari lingkungan sosialnya. Apalagi Jessica diketahui sedang bertengkar dengan ayah dan kedua saudaranya.
Saksi ahli psikologi yang didatangkan jaksa dalam sidang kasus pembunuhan terhadap Mirna pada Senin, 15 Agustus 2016, Antonia Ratih, juga mengatakan ada beberapa perilaku Jessica yang tidak lazim ketika Mirna meregang nyawa. Hal tak lazim itu terjadi saat Jesicca menunggu Mirna hingga meregang nyawa.
Perilaku tak lazim itu adalah reaksi Jessica yang tenang ketika melihat Mirna mulai minum dengan sedotan, meletakkan paper bag ke atas meja, dan menggerakkan tangan di balik paper bag.
AVIT HIDAYAT