TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Nur Alam, Gubernur Sulawesi Tenggara sebagai tersangka dengan dugaan penyalahgunaan wewenang. Penetapan Nur Alam sebagai tersangka merupakan pengembangan dari dugaan tindak pidana korupsi dalam persetujuan izin usaha pertambangan di Provinsi Sulawesi Tenggara pada 2009-2014.
"KPK telah menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan NA sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif, di kantor KPK, Selasa 23 Agustus 2016.
KPK telah menelusuri dugaan kepemilikan rekening gendut Nur Alam. "Masih dalam penyidikan, tapi kami sudah dapat informasi dari PPATK sejak lama," kata Laode.
KPK sudah melakukan penyelidikan secara intensif sejak setahun terakhir.Laode menuturkan kasus ini memiliki benang merah dengan perkara yang pernah diusut Kejaksaan Agung pada 2012 silam.
Baca Juga: Nur Alam Belum Ditahan, KPK Berfokus Mencari Bukti
Dalam perkara itu, Gubernur Nur Alam terindikasi menerima aliran dana dari luar negeri. Ia diduga menerima duit US$ 4,5 juta atau sekitar Rp 60 miliar dari seorang pengusaha tambang bernama Mr Chen. Pria asal Taiwan ini disebut memiliki hubungan bisnis dengan PT Billy Indonesia, perusahaan tambang yang beroperasi di Sulawesi Tenggara.
Seperti dikutip dari majalah Tempo edisi 14 September 2014 dengan judul 'Putar-putar Duit Nikel, seorang penegak hukum merinci aliran uang yang ditengarai diterima Nur Alam. Bukan dikirim oleh Mr Chen, melainkan oleh Richcorp International Limited, perusahaan yang berbasis di Hong Kong.
Pada 2010, sejak September hingga November, Richcorp empat kali mentransfer uang ke PT AXA Mandiri dengan nilai total US$ 4,5 juta lewat Chinatrust Bank Commercial Hong Kong. Rinciannya 15 September 2010 US$ 500 ribu, 22 September 2010 US$ 1 juta, 18 Oktober 2010 US$ 1 juta dan 29 November 2010 US$ 2 juta.
Oleh AXA, uang itu ditempatkan dalam tiga polis asuransi atas nama Gubernur Nur Alam senilai Rp 30 miliar. Pada formulir pengiriman uang, tertulis "untuk pembayaran asuransi". Ini menandakan Richcorp diperintahkan seseorang di Indonesia mengirimkan dana. Sisa dana, sekitar Rp 10 miliar, ditransfer AXA ke rekening Nur Alam di Bank Mandiri.
Simak: Nur Alam Jadi Tersangka, Zulkifli: Kami Hormati Proses Hukum
Richcorp International diketahui bergerak di bisnis tambang. Perusahaan ini sering membeli nikel dari PT Billy Indonesia. Di Sulawesi Tenggara, PT Billy membuka tambang di Konawe Selatan—sekitar 80 kilometer dari Kendari—dan Bombana, kira-kira 160 kilometer dari ibu kota provinsi itu.
Direktur perusahaan PT Billy antara lain Widdi Aswindi, yang juga pemimpin lembaga konsultan politik Jaringan Suara Indonesia. Richcorp ternyata sudah "tutup buku". Menurut aktanya, perseroan ini lahir pada 28 April 1992 dan berakhir pada 24 Oktober 1997.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menangkap kejanggalan aliran uang tersebut dan mengirimkan analisisnya ke Kejaksaan Agung. Itulah awal Kejaksaan menyelidiki kasus Nur Alam.
Belakangan, Kejaksaan diam-diam menghentikan kasus ini. Alasannya, Nur Alam sudah mengembalikan duit itu ke Richcorp. Duit dipulangkan lewat rekening seorang pengacara bernama Giofedi Rauf ke rekening Richcorp di Chinatrust Bank Commercial Hong Kong. Duit ditransfer dalam empat tahap pada Mei-Juni 2013. Totalnya sekitar Rp 40,7 miliar atau US$ 4,28 juta dengan kurs waktu itu.
Nur Alam, menurut seorang penegak hukum, beralasan ia meminjam uang itu dari Richcorp untuk investasi tambang dan kini harus melunasinya. Gubernur Sulawesi Tenggara sejak 2008 itu menyatakan ada perjanjian investasi yang diteken dia dan Chen Linze, wakil dari Richcorp.
Baca: Sebelum Jadi Tersangka, Gubernur Sultra Akan Sidang Doktor
Masalahnya, utang untuk investasi tak lazim dikirim dalam bentuk polisi asuransi. Chen Linze—agaknya ini yang disebut Mr Chen—juga tak pernah datang ke Indonesia pada tanggal perjanjian diteken. Duit—yang disebut sebagai pinjaman bisnis—ini dikembalikan setelah ada laporan PPATK dan penyelidikan oleh Kejaksaan.
Giofedi Rauf pun diduga membuka rekening khusus untuk menampung dana yang akan dikembalikan ke Richcorp. Setoran dan penarikannya berbentuk tunai dan dipecah-pecah ke dalam satuan kecil—di bawah Rp 500 juta. Bila ada arus uang di atas Rp 500 juta, alarm PPATK langsung menyala.
MAJALAH TEMPO | MAYA AYU