TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI Brigadir Jenderal Agung Setya mengatakan investasi ilegal merupakan kejahatan kerah putih. "Para pelaku kejahatan sebenarnya memahami aturan, hukum, prosedur, dan tata cara berinvestasi," kata Agung saat menyampaikan paparan publik "Menangkal Investasi Ilegal" di Hotel Santika Premiere, Slipi, Jakarta Barat, Senin, 29 Agustus 2016.
Karena itu, polisi, kata Agung, kadang-kadang gagal mengidentifikasi pelaku karena mereka seolah akan diidolakan para investor ketika memberikan imbal hasil yang tinggi. Investor baru melapor kepada polisi ketika perusahaan tempat mereka menanamkan investasi berhenti memberikan imbal hasil.
"Penanaman modal dilakukan investor karena mereka mengharapkan keuntungan di masa yang akan datang. Padahal bisa jadi dana itu dikelola orang atau badan yang tidak memiliki izin atau menyalahgunakan izin yang dimiliki," ujar Agung.
Bareskrim Mabes Polri mencatat, per 2007, terdapat empat perusahaan investasi bodong, dengan total nilai kerugian mencapai Rp 16,127 triliun. Pada 2008, terdapat dua investasi bodong dengan nilai kerugian Rp 640 miliar. Lalu, pada 2011, terdapat delapan perusahaan investasi bodong dengan nilai kerugian Rp 68,020 triliun.
Pada 2012, Bareskrim mencatat, perusahaan investasi bodong berjumlah enam, dengan nilai kerugian investasi mencapai Rp 10,22 triliun. Adapun pada 2014 ada dua investasi bodong dengan nilai kerugian mencapai Rp 235 miliar, dan pada 2015 Bareskrim juga mencatat dua investasi bodong dengan total kerugian mencapai Rp 289 miliar. "Untuk 2016 sampai bulan Agustus ada dua, sekarang dalam proses penyidikan," ujar Agung.
Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Bachrul Chairi menuturkan, banyak hal yang bisa dilakukan untuk menangkal bentuk-bentuk investasi ilegal di bursa jangka ilegal. Masyarakat perlu mengenali investasi ilegal. Salah satunya money game yang biasanya menjanjikan keuntungan besar.
Perusahaan ini juga tak jelas, tak memiliki perizinan yang jelas, serta tidak ada perusahaan atau lembaga yang ditunjuk untuk menyelesaikan perselisihan. "Gerilya di sistem inilah yang merugikan masyarakat," ujar Bachrul. Karena itu, dia meminta masyarakat untuk tidak mudah tergiur dengan investasi yang memberikan imbal hasil tinggi dalam waktu relatif singkat.
Sebelumnya, pada Juli lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyiapkan rancangan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara tujuh lembaga untuk bekerja sama menindak investasi ilegal. Tujuh lembaga ini tergabung dalam satuan tugas waspada investasi yang dikomandoi OJK.
Tujuh lembaga yang terlibat itu di adalah OJK, kepolisian, Kejaksaan Agung, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, serta Kementerian Komunikasi dan Informatika. Mereka akan mengawasi pertumbuhan perusahaan investasi ilegal yang tumbuh kian subur.
DESTRIANITA | PUTRI ADITYOWATI