TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Reserse dan Kriminal Kepolisian Republik Indonesia, Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto, menyatakan kejahatan trafficking atau perdagangan orang rentan terjadi akibat dari konektivitas antar negara tumbuh cepat, seperti di wilayah ASEAN. Sindikat perdagangan orang itu kerap memanfaatkan petugas perbatasan negara untuk menyelundupkan para korban perdagangan manusia.
"Permasalahan paling krusial dan awal saat ini, yaitu akar masalah human trafficking yang terletak pada persoalan di perbatasan negara kawasan ASEAN," kata Ari melalui siaran pers kepada wartawan, Kamis, 8 September 2016. "Di satu sisi, tidak ada yang salah dengan konsep Masyarakat ASEAN."
Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto bertemu dengan pihak keamanan Vietnam di kantor Kementerian Keamanan Publik Hanoi, Vietnam, Rabu, 7 September 2016. Mereka berdialog tentang keamanan. Ari merupakan Ketua Senior Official Meeting on Transnational Crime (SOMTC).
Dalam dialog itu, Ari menyampaikan kasus tindak pidana perdagangan orang meningkat beberapa tahun terakhir, baik di Indonesia maupun di Vietnam. Menurut dia, hal ini merupakan salah satu dampak dari terbukanya gerbang negara di seluruh dunia. Dengan terbukanya gerbang tersebut, kata Ari, para pelaku kejahatan lintas negara mudah menyusup ke tiap negara.
Dia mengatakan kejahatan trafficking rentan terjadi ketika konektivitas di ASEAN tumbuh cepat, salah satunya dengan adanya Masyarakat ASEAN. Ari mengatakan, salah satu masalah yang terdeteksi adalah para sindikat sering memanfaatkan petugas di perbatasan negara untuk menyelundupkan para korban perdagangan manusia.
"Untuk itu, kerja sama lintas negara dan instansi mesti segera lebih diintensifkan lagi, baik tukar-menukar informasi maupun joint investigation,” ujar Ari.
Data dari Kementerian Keamanan Publik, Kementerian Sosial, dan Tenaga Kerja Vietnam pada 2015 lalu mencatat ada 407 kasus perdagangan orang di Vietnam. Sebagian korban terdeteksi dijual ke negara-negara yang berbatasan langsung dengan Vietnam. Misalnya perdagangan orang ke Cina sebanyak 72 orang, Kamboja 10 orang, Laos 6 orang, dan sisanya di beberapa negara lain.
Warga Vietnam yang menjadi korban mulai dari anak kecil hingga orang dewasa, laki-laki maupun perempuan. Tujuan dari pelaku di antaranya eksploitasi seksual, eksploitasi ketenagakerjaan, penjualan organ tubuh, hingga eksploitasi anak. Saat ini, sebanyak 655 pelaku perdagangan orang telah dijerat pasal perdagangan orang oleh pemerintah Vietnam.
Rilis dari pemerintah Vietnam menyatakan penyebab terjadinya perdagangan orang di negaranya adalah persoalan ekonomi. Modusnya dengan mendekati para korban di jejaring sosial.
Sementara di Indonesia, ada 237 laporan terkait tindak pidana perdagangan orang yang diterima polisi selama 2015, baik di tingkat kepolisian daerah maupun Markas Besar Polri. Sebanyak 184 kasus di antaranya telah tuntas. Tahun ini hingga Agustus, polisi menerima 77 laporan trafficking. Sebanyak 68 dari laporan itu sudah ditangani.
Jumlah tersangka yang kini ditahan di Mabes Polri sebanyak 31 orang. Menurut Ari, akar masalah dan modus operandi kasus trafficking di Indonesia tidak jauh beda dengan Vietnam.
REZKI ALVIONITASARI