TEMPO.CO, Jakarta - Mereka yang menderita gangguan jiwa kerap kali memperoleh stigma. Sebutan "orang gila" merupakan salah satu yang paling sering dilontarkan.
Tidak hanya para penderita, para petugas medis yang menangani orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) juga mendapatkan stigma tersebut, salah satunya adalah profesi psikiatri. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia, Eka Viora.
"Stigma yang melekat pada penderita gangguan jiwa merupakan hambatan utama untuk menyediakan perawatan bagi mereka. Belum lagi, muncul stigma kepada keluarga, institusi yang memberikan perawatan, dan petugas kesehatan jiwa," tuturnya dalam konferensi pers Hari Kesehatan Jiwa Dunia di Jakarta pada Senin, 10 Oktober 2016.
Selain masyarakat, petugas kesehatan dan pemerintah berkontribusi dalam memperkuat stigma. Misalnya, dengan berbagai penyebutan yang tidak pantas untuk mereka yang menderita gangguan jiwa yang dilakukan oleh para petugas kesehatan.
Pemerintah, di lain pihak, juga bisa memperkuat stigma terhadap masalah kesehatan jiwa, dengan kata sterilisasi orang dengan gangguan jiwa atau tidak adanya kesamaan pembayaran untuk pengobatan dan asuransi kesehatan bagi orang dengan gangguan jiwa.
Baca Juga:
Pada kasus bunuh diri, misalnya, perawatannya tidak ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Padahal menurut Ketua Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian Psikiatri, Nurmiati Amir, mereka yang melakukan bunuh diri kemungkinan mengalami gangguan jiwa.
"Bunuh diri dianggap sebagai perbuatan yang tidak benar dan harus ditanggung oleh individu, makanya penanganannya tidak ditanggung oleh BPJS. Saya rasa tidak ada orang normal yang mau menyakiti dirinya sendiri. Seharusnya hal ini menjadi perhatian pemerintah," ujarnya.
Artikel lain:
5 Trik Mengatasi Kebingungan Memilih saat Belanja
Olahraga, Menu Wajib Abbey Clancy demi Profesi6 Kesalahan yang Bikin Surat Lamaran Kerjamu Sia-sia