TEMPO.CO, Jakarta - Michael Bourke, psikolog yang juga ahli kriminal dari Amerika Serikat, mengatakan pedofil melihat anak-anak dengan cara berbeda. Ada yang melihat anak-anak hanya sebagai daging dan ingin mengambil kepuasan dari mereka. Ada juga tertarik pada anak karena melihat mereka sebagai makhluk paling ceria sehingga ingin menghancurkan sisa hidupnya.
"Mereka menikmati kehancuran manusia," katanya.
Psikolog Liza M. Djaprie mengatakan seseorang disebut pedofil jika mempunyai ketertarikan seksual terhadap anak-anak di bawah 13-14 tahun. "Seseorang dikatakan pelaku apabila ia berusia 16 tahun ke atas atau minimal lima tahun lebih tua daripada korbannya," ujar dia, kepada Tempo.
Baca juga: Bekal agar Anak Terhindar dari Pelecehan Seksual
Psikolog dari Klinik Kesehatan Jiwa Sanatorium Dharmawangsa, Jakarta, itu mengatakan pedofilia timbul dari banyak faktor. Bisa karena trauma setelah mengalami pelecehan seksual oleh orang yang lebih tua saat masih kecil, sehingga saat dewasa ia mengulangi apa yang pernah dialami.
Faktor lainnya adalah adanya pengalaman interpersonal yang buruk dari orang seusianya, atau sudah matang secara seksual sehingga tidak menemukan kenyamanan dalam berinteraksi dengan orang sepantaran. "Bisa juga karena anak-anak tak melakukan perlawanan dan hanya diam saja," kata Liza, 38 tahun.
Maraknya pemberitaan soal kejahatan pedofilia bisa ditanggapi secara salah oleh para orang tua. Kebanyakan dari mereka menjadi lebih protektif, bahkan melarang anaknya ke luar rumah. Menurut Liza, anak perlu dijaga, tapi jangan sampai dikekang. "Mendidik dan membesarkan anak seperti menanam benih," ujarnya. "Apa yang anak alami di masa kecil akan membentuk dirinya saat sudah besar."
Liza menyarankan agar para orang tua membentengi anak selangkah demi selangkah. Awalnya, si bocah perlu diperkenalkan untuk belajar menghadapi masalah, mengatasi konflik, dan mendeteksi bahaya. Saat anak terlalu dikekang dan ruang geraknya dibatasi, mereka akan kesulitan untuk mempelajari hal-hal tersebut.
"Jangan cepat mengkritik mereka. Nanti kalau anak ada masalah, ia malas bercerita karena berpikir akan disalahkan," kata dia.
Jika hubungan positif sudah terbangun, orang tua bisa memberi informasi soal pelecehan seksual. Anak, tutur Liza, wajib mengetahui bagian-bagian tubuhnya yang haram dilihat dan dipegang orang lain. Ada banyak video dan artikel yang bisa menjadi rujukan, termasuk dari Badan Kesejahteraan Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF). "Tapi jangan biarkan anak menonton sendiri," kata Liza.
Hal terpenting dalam penyampaian informasi tersebut adalah adanya diskusi antara anak dan orang tua. Terakhir, ini tidak berhubungan langsung dengan anak. Orang tua harus memastikan orang-orang terdekat dan lingkungan sekitar anak bebas dari ancaman kekerasan.