TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu sore, 23 November 2016, menguat tipis sebesar 9 poin menjadi 13.434 dibanding sebelumnya di posisi 13.443 per dolar Amerika Serikat.
Ekonom Samuel Sekuritas, Rangga Cipta, di Jakarta, Rabu ini, mengatakan mata uang rupiah mengalami apresiasi terhadap dolar Amerika di tengah tren penguatan pada harga komoditas. "Penguatan harga komoditas diharapkan bisa menjaga rupiah," ucapnya.
Harga minyak mentah jenis WTI pada Rabu sore ini naik 0,19 persen menjadi 48,12 dolar Amerika per barel, sementara Brent Crude harganya naik 0,12 persen menjadi 49,18 dolar Amerika per barel.
Ia berujar, pasar surat utang atau obligasi juga diharapkan dapat bergerak stabil. Kondisi pasar obligasi domestik masih menjadi kunci pergerakan rupiah ke depan selain dari faktor inflasi, prospek keseimbangan fiskal dan eksternal.
Dari eksternal, tutur dia, sentimen mengenai kebijakan bank sentral Amerika Serikat (The Fed) mengenai sinyal kenaikan suku bunga acuannya kemungkinan juga sudah diantisipasi pelaku pasar.
Pengamat pasar uang Bank Woori Saudara Indonesia Tbk, Rully Nova, mengatakan proyeksi inflasi November 2016 yang masih terjaga di level rendah menjadi salah satu faktor yang menopang rupiah. Sedianya data inflasi periode itu akan dipublikasikan pada awal Desember mendatang. "Inflasi cukup mempengaruhi arah nilai tukar domestik ke depan," ucapnya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Rabu ini, nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi 13.473 dibanding pada Selasa kemarin di posisi 13.438.
ANTARA