TEMPO.CO, Jakarta - Laboratorium Forensik Kepolisian RI menyatakan fasilitas pembuatan bom yang dimiliki tersangka Rio Priatna Wibawa, 27 tahun, tergolong lengkap. Sarana itu bisa digunakan memproduksi bom dalam berbagai ukuran.
Rio ditangkap di Desa Girimulya, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, pada Rabu, 23 November 2016. Dia diduga terlibat jaringan teroris Bahrun Naim. Polisi menyita beberapa bahan peledak di rumahnya, antara lain asam nitrat, asam sulfat, air raksa, pupuk urea, gelas kimia, dan kristal warna cokelat yang diakui tersangka sebagai DNT.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Komisaris Besar Rikwanto mengatakan tim Detasemen Khusus 88 Antiteror menangkap Rio pada Rabu pagi. "Yang bersangkutan berkaitan dengan kelompok Bahrun Naim," ucap Rikwanto, Jumat, 25 November 2016.
Rio Priatna Wibawa, menurut analisis tim forensik, sanggup membuat bom dua-tiga kali lebih besar daya ledaknya daripada Bom Bali. "Ini adalah kunci. Kalau berhasil, dia bisa membuat sesuatu yang lebih besar," ujar petugas tim laboratorium forensik saat konferensi pers di Markas Besar Polri, Jumat, 25 November 2016.
Bom Bali terjadi pada malam hari, 12 Oktober 2002. Kejadian itu mengakibatkan 202 orang meninggal dunia dan 209 lain cedera. Mereka kebanyakan wisatawan asing yang menikmati suasana wisata Bali.
Tim Densus 88 melakukan penelitian dan pengujian atas temuannya itu. Hasilnya, bahan peledak racikan Rio punya daya ledak yang cukup besar. Meski demikian, Rio hanya membuat bom berdasarkan pesanan. "Besar-kecilnya bom ditentukan oleh pemesannya, entah dengan pemicu atau dengan perhitungan waktu," tutur Rikwanto.
Baca:
Israel Dilanda Kebakaran Hebat, 4 Warga Palestina Ditangkap
HOAX: Kabar FPI Jadi Partai Islam
Kapolri Ancam Bubarkan Demo 2 Desember jika...
BRIAN H.