TEMPO.CO, Jakarta - Direktur The Center For Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, program pengampunan pajak atau tax amnesty merupakan jembatan untuk mencapai reformasi pajak yang komprehensif. Dengan banyaknya jumlah harta yang dideklarasikan melalui program itu, basis pajak meningkat cukup signifikan.
"Tapi, partisipasi wajib pajak yang minim, 400 ribu wajib pajak, masih jauh dari potensi yang ada. Repatriasi juga belum otpimal. Ini harus dioptimalkan. Pemerintah harus membuat peta jalan (roadmap) reformasi pajak yang komprehensif," kata Prastowo dalam Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa, 6 Desember 2016.
Dalam membuat peta jalan itu, menurut Prastowo, terdapat tiga hal yang harus dilakukan pemerintah. "Yang pertama, mapping dan profiling terhadap potensi wajib pajak baru yang sudah mendeklarasikan hartanya supaya pemerintah mendapat tambahan penerimaan pajak pada tahun-tahun berikutnya," ujarnya.
Model reformasi pajak yang selama ini hanya bersifat parsial atau berada di level administrasi, Prastowo mengatakan, perlu dikemas menjadi reformasi pajak yang komprehensif yang menyentuh tiga level, yakni kebijakan, regulasi, dan administrasi. "Tanpa dikemasnya tiga hal itu, kita hanya akan tambal sulam dan terkena masalah yang sama," tuturnya.
Baca: 2017, Darmin Yakin Ekonomi Tumbuh 5,2-5,4 Persen
Selain itu, Prastowo meminta pemerintah menempatkan tax amnesty dalam konteks mendesain ulang arsitektur fiskal. "Selama ini, pajak hanya dijadikan sumber revenue tanpa ditempatkan sebagai instrumen kebijakan. Pemerintah perlu melakukan pertimbangan yang proporsional, kapan mematok target tinggi dan kapan memberikan stimulus," katanya.
Prastowo menambahkan, reformasi pajak perlu menyentuh aspek yang fundamental, yakni menempatkan pajak sebagai saran partisipastif. "Ini sudah dibangun Bu Menteri (Sri Mulyani) dengan menciptakan mutual trust antara wajib pajak dan pemerintah. Tapi, pajak juga harus menjadi instrumen demokratisasi dan inklusi.”
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menyatakan akan melibatkan berbagai stakeholder dalam reformasi pajak, termasuk dalam menentukan tim reformasi pajak. Tim reformasi pajak tersebut dibentuk menyusul ditangkapnya salah satu pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Handang Soekarno, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Tim reformasi yang akan kami umumkan, saya ingin, harus ada ownership yang penuh dari aparat pajak. Kalau dari luar tidak akan bertahan lama. Namun, harus melibatkan stakeholder, apakah peneliti, apakah counterpart," kata Sri Mulyani.
ANGELINA ANJAR SAWITRI