TEMPO.CO, Yogyakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika DI Yogyakarta menyatakan gempa besar berkekuatan 6,4 skala Richter yang mengguncang Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, pada Rabu, 7 Desember 2016, dan menewaskan puluhan orang tak mempengaruhi potensi aktivitas gempa di Yogyakarta.
Kepala BMKG Yogyakarta I Nyoman Sukanta mengatakan gempa yang terjadi di Aceh disebabkan adanya aktivitas sesar lokal (retakan pada batuan yang telah mengalami pergeseran) di darat. “Sesar lokal di Aceh tidak ada kelurusannya dengan sesar di wilayah DIY, sehingga sangat kecil kemungkinan sesar Yogya ikut terpengaruh,” ujar Nyoman hari ini.
Nyoman mengakui Yogya memiliki sejarah gempa bumi cukup besar, seperti pada 2006. Yogya pun saat ini masih menjadi daerah rawan gempa bumi.
Menurut Nyoman, aktivitas sesar lokal di Yogyakarta bisa dipengaruhi. Namun hal itu paling memungkinkan jika terjadi pergerakan lempeng di Samudra Hindia (selatan Jawa).
Nyoman menuturkan, sebelum terjadi gempa Aceh, alat magnet yang dimiliki BMKG memantau ada rekaman anomali magnet bumi dengan azimut ke arah lokasi sumber gempa bumi. “Namun tanda anomali ini masih membutuhkan kajian mendalam untuk memastikan bahwa anomali magnet itu terjadi memang akibat aktivitas gempa bumi Aceh,” katanya.
Sebenarnya, ujar Nyoman, lempeng subdiksi di Samudra Hindia (sebelah barat Sumatera sampai selatan Jawa) selalu bergerak. Pergerakan lempeng ini bisa mengakibatkan terjadinya sesar lokal di darat.
Aktivitas sesar lokal di darat bisa menimbulkan gempa bumi jika sesar tersebut tidak kuat menahan akumulasi energi sehingga energinya lepas dan timbul gempa. “Sampai saat ini belum ada teknologi yang bisa memprediksi terjadinya gempa bumi di seluruh dunia,” tuturnya.
Pascagempa Aceh, BMKG meminta masyarakat Yogyakarta tetap waspada dan memahami bahwa Yogyakarta pun mempunyai potensi bencana gempa bumi. “Namun masyarakat jangan percaya dengan isu-isu yang menyesatkan terkait dengan gempa. Segera konfirmasi ke BMKG jika muncul isu terjadi gempa,” ucapnya.
Rentetan gempa bumi sendiri sempat dirasakan warga DI Yogyakarta dan sekitarnya pada pertengahan November 2016. Setidaknya dalam waktu tiga hari, 16-18 November 2016, terjadi tiga kali gempa yang berpusat di provinsi lain tapi dirasakan hingga Yogyakarta.
Komandan Tim Reaksi Cepat Badan Penanggulangan Bencana Daerah Yogyakarta Prisitawan Buntoro menuturkan intensitas rentetan gempa di Yogyakarta pada November lalu terpantau mempengaruhi sarana milik warga, seperti melebarnya retakan dinding rumah-rumah warga hingga membuatnya makin rawan roboh.
PRIBADI WICAKSONO
Baca:
Tak Masuk Peta Mitigasi, Gempa Pidie Kagetkan Peneliti
Gempa Aceh, 4 Rumah Sakit Pemerintah Ini Tangani Korban
Gempa Aceh, BNPB Kerahkan Seribu Personel