TEMPO.CO, Jakarta - Komnas HAM meminta polisi menyelidiki dugaan tindak pidana pelarangan kegiatan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) pimpinan Pendeta Stephen Tong di Gedung Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Bandung, Jawa Barat. Pelarangan itu dilakukan sejumlah orang pada Ahad 6 Desember 2016 lalu.
"Penyampaian pendapat di muka umum tidak dibenarkan di tempat ibadan, dan itu sanksinya pidana. Jadi kalau ada pendapat yang menyatakan tidak ada pelanggaran hukum di sana, kami dalam posisi menduga setidaknya ada dugaan pelanggaran hukum di sana,” kata Kordinator Desk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, Komisioner Komnas HAM, Jayadi Damanik selepas melakukan pertemuan tertutup dengan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil di Pendopo Kota Bandung, Jumat 9 Desember 2016.
Jayadi mengatakan, pemerintah Kota Bandung sudah menerbitkan surat edaran yang ditujukan pada semua camatnya soal larangan berunjuk rasa atau menyatakan pendapat di muka umum di tempat ibadah. Edaran itu diterbitkan mengacu pada Undang-Undang Nomor 9 tahun 1998 yang mengecualikan tempat ibadah sebagai lokasi yang dilarang untuk berunjuk rasa.
Menurut Jayadi, edaran yang diteken oleh Sekretaris Daerah Kota Bandung pada Juli 2016 itu diterbitkan atas rekomendasi Komnas HAM. “Komnas HAM berterimakasih karena surat edaran itu mendorong pemerintah Kota Bandung menyampaikan ke berbagai pihak agar menghormati tempat ibadah, bukan hanya rubah ibadah, tapi temapt menjalankan ibadah, tidak dibenarkan untuk digunakan penyampaian pendapat di muka umum,” kata dia.
Jayadi mengatakan, soal dugaan pidana sendiri, ada dua pasal dalam KUHP yang sedikitnya menjadi dasar penyidikan atau penyelidikan polisi. “Dengan mudah teman-teman membaca ketentuan Pasal 175 KUHP dan 176 KUHP, itu pasal 175 merintangi dan 176 itu membuat kegaduhan,” kata dia.
Pasal 175 KUHP itu misalnya menyatakan ancaman pidana penjara bagi pelaku kekerasan yang merintangi pertemuan keagamaan yang bersifat umum dan di izinkan. “Seharusnya dilakukan penyelidikan terlebih dahulu, dijelaskan pada publik seperti dilakukan dalam berbagai persoalan dalam dugaan perbuatan pidana agar tidak terkesan kepolisian diskriminatif dalam menangani permasalahan, karena diskriminasi itu pelanggaran HAM, kami berharap kepolisian tidak melakukan pelanggaran HAM dengan melakukan diskriminasi,” kata Jayadi.
Seluruhnya ada 6 poin pernyataan sikap sikap Komnas HAM dalam kasus itu, selain soal di atas, lainnya, diantaranya menyatakan setiap warga negara tidak boleh dibatasi kebebasannya menjalan kan ibadah. “Pembatasan hanya boleh dilakukan oleh negara dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh hukum serta tidak boleh diskriminatif,” kata Jayadi.
Komnas HAM juga meminta kepolisian menjamin rasa aman bagi warga negara untuk beribdah. Lalu pada pemerintah Kota Bandung, Komnas HAM meminta agar meningkatkan rasa saling menghormati dan menghargai antar umat beragama. Komnas HAM juga menyesalkan tindakan pelarangan tersebut dan menayatakan sebgai pelanggaran terahdap hak atas kebebasan menjalankan ibadah. “Pemerintah Kota Bandung bersama kepolisian semestinya tidak membiarkan tindakan pelarangan itu dan mencegah pihak-pihak tertentu mengganggu kegiatan keagamaan pihak lain,” kata Jayadi.
Wali Kota Bandung Ridwan Kamil menyatakan penyesalannya atas berhentinya kegiatan KKR pimpinan pendeta Stephen Tong itu. “Karena arahan saya sebagai walikota yang kebetulan dalam proses koordinasinya sedang di Jakarta, saya mennyampaikan pada tim agar mengamankan kegiatan sampai selesai, sampai malam hari kalau dibutuhkan, dengan semangat kegiatan beribadah itu silahkan saja,” kata dia selepas bertemua Komnas HAM, Jumat, 9 Desmeber 2016.
Ridwan Kamil menyatakan, gedung umum boleh dipakai kegiatan ibadah. “Jika ada argumen yang menyatakan bahwa kegiatan beribadah umat Kristiani harus sesuai SKB 2 Menteri, yang menyatakan hanya di tempat tertentu, itu untuk yang namanya rumah ibdah bukan tempat ibadah. Rumah ibadah itu sifatnya permanen dan fungsinya hanya untuk ibadah, itu maksudnya untuk gereja, jadi boleh KKR itu di Sabuga di gedung pertemuan dan sebagainya, jadi argumentasi awal dari demo itu yang menyatakan gedung tidak pada tempatnya itu keliru,” kata dia.
Dia mencontohkan hal yang dilakukan umat Islam. “Kita kan umat Islam ada ithikaf sampai Subuh, mau tabligh akbar di lapangan, di balai RW gak ada masalah, jadi tidak boleh ada pembatasan. Dalam konteks itu untuk KKR ini kita menyesalkan situasi dimana dinamika di lapangan tidak bisa dikendalikan seperti yang dikehendaki semua pihak,” kata Ridwan Kamil.
Ridwan Kamil menanggapi tudingan miring atas peristiwa itu yang terjadi di Kota Bandung yang mendeklarasikan sebagai Kota HAM. “Itu bukan berarti Kota Bandung sudah sepenuhnya sempurna dalam penegakan HAM, itu yang sering di salah artikan. Ini maksudnya, Bandung menjadi kota pertama yang berani di audit secara internasional, untuk kurangnya di mana, untuk memperbaiki kualitas HAM di Kota Bandung,” kata dia.
AHMAD FIKRI