TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia mendukung resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa soal Suriah. Resolusi yang baru saja disahkan pada Senin, 19 Desember 2016 tersebut, lolos dengan 116 suara mendukung, 16 menolak, dan 52 abstain.
“Kita mendukung, situasi Suriah sekarang, terutama Aleppo, sudah tragis katastropik,” kata Direktur Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri Hasan Kleib kepada wartawan di Jakarta, Selasa, 20 Desember 2016.
Dia menegaskan dukungan Indonesia bukan lantaran desakan dari media sosial, tapi benar-benar dengan pertimbangan perkembangan situasi di Suriah. “Indonesia mendukung karena situasi saat ini tidak mungkin lagi abstain,” kata Hasan.
Sikap abstain kerap diambil Indonesia saat masalah HAM dibahas dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. Hal ini terutama lantaran Indonesia berpandangan masalah perlindungan dan peningkatan hak asasi manusia tidak boleh dipolitisasi, menuding, atau mempermalukan suatu negara.
Komite III Sidang Umum PBB yang mengurusi kemanusiaan dan HAM selalu membahas resolusi negara spesifik (country specific resolution).
Beberapa tahun terakhir yang selalu diangkat adalah Iran, Myanmar, Korea Utara, dan belakangan Suriah. Indonesia berpandangan masalah tersebut dipolitisasi. “Saya sampai pernah bilang kenapa hanya Asia, kenapa tidak Amerika Latin, Afrika, atau kawasan lain, ini kan politisasi,” ujar mantan Duta Besar RI untuk PBB tersebut.
Indonesia berpandangan politisasi tidak dapat meningkatkan HAM suatu negara. “Peningkatan HAM harus bekerja sama dengan negara termaksud, keterlibatan, kerja sama konstruktif, dialog, tapi kalau orang itu dipojokkan, belum tentu mau bergerak,” ucap Hasan.
Indonesia yakin perbaikan, peningkatan, dan perlindungan HAM akan terwujud jika tidak saling tuding dan saling kecam. Apalagi di PBB ada mekanisme kajian periodik universal (Universal Periodik Review) yang dibahas di Dewan HAM di Jenewa.
Pada Senin, ada dua resolusi tentang Suriah yang diloloskan. Selain di Majelis Umum, Dewan Keamanan PBB juga mengesahkan resolusi soal pengawasan evakuasi di Aleppo. Menurut Hasan, Indonesia sudah siap menjadi co-sponsor resolusi tersebut dan telah mengatakannya kepada Prancis, sang penggagas resolusi.
“Namun, karena situasi sudah delicate, maka diputuskan tidak perlu ada co-sponsor. Kita juga senang karena pertama kalinya Dewan Keamanan PBB berhasil meloloskan resolusi tentang Suriah, biasanya selalu double veto,” kata Hasan merujuk resolusi yang dikeluarkan Senin.
Adapun dalam resolusi soal Suriah, sebelumnya tidak ada spesifik tentang Aleppo. Sikap abstain diambil lantaran dalam resolusi hanya mengecam pelanggaran HAM yang dilakukan pemerintah Suriah. “Sementara kita tahu betul bukan hanya pemerintah, melainkan oposisi, ada ISIS juga yang melakukannya. Jadi kita bilang, masukkan all parties (semua pihak),” kata Hasan.
Selain itu, Indonesia ingin meningkatkan situasi, penyelesaian secara damai, penyelesaian politik, dan menciptakan situasi yang kondusif juga dimasukkan dalam setiap resolusi Suriah. “Tapi tidak juga diakomodir, kami tidak mau menuding ke pemerintah saja, seharusnya seluruh pihak,” tutur Hasan.
Dia mengingatkan di Damaskus banyak warga negara Indonesia yang selama ini mendapat bantuan pemerintah Suriah jika wilayah tersebut terkepung. Baru-baru ini, pembebasan warga negara Indonesia dari wilayah yang dikuasai ISIS juga berhasil berkat bantuan dari militer Suriah.
NATALIA SANTI
Baca:
Duta Besar Rusia untuk Turki Tewas Ditembak
Begini Sosok Dubes Rusia untuk Turki yang Tewas Ditembak
Dubes Ditembak di Turki, Rusia: Kami Akan Melawan Terorisme