TEMPO.CO, Pekanbaru - Perjuangan panjang masyarakat 7 desa di Kecamatan Tebing Tinggi Timur, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau menuntut hak daulat kelola hutan berakhir manis.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyerahkan konsesi perusahaan hutan tanam industri bermasalah, PT Lestari Unggul Makmur (LUM) seluas 10.390 hektare untuk menjadi hutan desa.
Baca Juga:
Baca juga: Kebakaran Lahan Gambut di Meranti Riau Capai 310 Hektare
"Menteri Siti Nurbaya menyerahkan secara langsung surat keputusan hutan desa kepada masyarakat saat acara masyarakat adat nusantara di Medan," kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau Riko Kurniawan, kepada Tempo, Sabtu, 25 Maret 2017.
Riko mengatakan, butuh waktu 10 tahun bagi masyarakat Tebing Tinggi Timur merebut daulat penuh wilayah kelola hutan itu. Masyarakat menolak keberadaan perusahaan hutan tanam industri itu sejak pemerintah menerbitkan izin pada 2007. Perusahaan mengekploitasi hutan rawa gambut tempat masyarakat mencari nafkah untuk berkebun sagu.
Menurut Riko, sejak perusahaan masuk di kawasan itu justru menimbulkan konflik berkepanjangan dengan warga. Izin yang dikeluarkan pemerintah menyalahi aturan karena wilayah tersebut merupakan hutan rawa gambut dalam yang terletak di sebuah pulau kecil.
"Menurut undang-undang izin konsesi di atas lahan gambut tidak boleh," katanya.
Riko menambahkan, kerusakan lingkungan terjadi akibat gambut mengering sehingga mudah terjadinya kebakaran lahan. Puncak kebakaran sangat dahsyat terjadi pada 2014 silam yang memunculkan bencana kabut asap di wilayah Riau.
Puncak penolakan warga terhadap PT LUM terjadi pada 2014, petisi yang dilayangkan lewat online memaksa Presiden Joko Widodo melakukan blusukan ke Desa Sungai Tohor, Kecamatan Tebing Tinggi Timur pada 27 November 2014.
"Presiden tidak hanya berkomitmen mengkaji ulang izin PT LUM, juga menyerahkan hutan untuk dijaga dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk masyarakat," katanya.
Riko menilai keputusan Kementerian LHK menyerahkan hak kelola hutan untuk rakyat merupakan langkah tepat.
"Sebuah kebijakan yang menjadi sejarah bagi Riau, di mana negara mencabut izin konsesi perusahaan yang salah urus," ucapnya.
Keberhasilan tujuh desa di Kepulauan Meranti, Riau diharapkan menjadi momentum perjuangan perluasan wilayah kelola rakyat.
Simak juga: Buntut Kericuhan Meranti, 3 Polisi Jadi Tersangka
"Walhi masih mencatat setidaknya ada 514 konflik dengan luas 350 ribu hektare tanah di Riau yang dikuasai perusahaan masih berkonflik dengan masyarakat," katanya.
Hutan desa seluas 10.390 hektare untuk warga Meranti menurut dia, hanya sebagian kecil dari janji negara yang bakal memberikan seluas 12,7 juta hektare untuk perhutanan sosial dan 9 juta hektare tanah objek reforma agraria secara adil dan lestari kepada masyarakat.
RIYAN NOFITRA