TEMPO.CO, Jakarta - Bogor tak hanya terkenal dengan wisata kulinernya saja. Kota Hujan itu juga terkenal dengan aneka kerajinan tas. Salah satu produsen tas kulit yang terkenal di Bogor adalah Pepari.
Di balik kesuksesan Pepari, ada dua wanita penuh semangat, yakni Peppy Megawati dan Ariani Luluh Gendrosari. Nama Pepari merupakan gabungan dari nama Peppy dan Ariani.
Kisah sukses keduanya berawal dari inisiatif Ariani yang mencoba membuat tas sendiri ketika berlibur ke Bogor. Melihat hasil akhirnya yang tidak mengecewakan, Ariani memberanikan diri untuk berbisnis tas. Masalahnya, ia kurang mahir dalam hal pemasaran. Ariani kemudian mengajak keponakannya, Peppy.
“Sebelumnya aku bekerja di Jakarta. Lalu tante mengajak aku untuk berbisnis tas saja. Tante di bagian produksi sedangkan aku bagian marketing. Aku terima tawarannya. Pada tahun 2013, aku resign dari tempat kerja untuk berkonsentrasi di bisnis ini,” ungkap Peppy.
Kolaborasi keduanya menghasilkan produk kulit sintetis bermerek De Culture. Kelahiran De Culture disambut antusias oleh pasar. Permintaan tas dan dompet dari kulit sintesis membludak. Tidak hanya produk kulit sintetis, banyak konsumen mulai bertanya soal tas dan dompet dari kulit asli.
Sadar akan besarnya potensi produk dari kulit asli, pada tahun 2015, Peppy-Ariani membuat keputusan yang sangat berani. De Culture dilahirkan kembali dengan nama baru, Pepari.
Pepari memproduksi kerajinan tas dan dompet dari kulit sintetis serta kulit asli. Tak mudah membuat keputusan ini. Ariani menyebut ada setidaknya ada tiga hal yang mesti ditimbang sebelum keputusan itu dibuat.
Pertama, mahalnya harga bahan baku. “Satu lembar kulit asli ukurannya cuma 15-27 feet. Harganya, hampir Rp 700 rupiah. Jumlah yang dihasilkan dari satu lembar kulit asli tidak banyak. Hanya tiga atau empat tas,” kata Ariani.
Atas pertimbangan itu, Peppy dan Ariani mencoba memproduksi tas kulit asli dalam lebih jumlah terbatas. Kedua, mahalnya bahan baku menuntut modal lebih besar. Diakui Peppy, untuk menjalankan Pepari dibutuhkan modal sekitar Rp 25 juta. “Kami pinjam uang di bank. Kami ikut kredit usaha rakyat selama dua tahun dengan menjaminkan tiga sepeda motor,” tutur Peppy.
Ketiga, mahalnya harga bahan baku berimbas pada harga produk tas dan dompet Pepari di pasar. Tas kulit sintetis dijual dengan harga Rp 130 - 190 ribu. Sementara tas kulit dilabeli Rp 400 ribu hingga Rp 1,7 juta.
Di luar dugaan, tas kulit asli Pepari mendapat respons positif dari pembeli. Bahkan, pembeli cenderung melirik tas kulit asli ketimbang yang sintetis. Momen itu mengantar Peppy dan Ariani ke keputusan penting berikutnya, yakni hanya memproduksi tas dan dompet dari kulit asli. Keputusan itu dibuat pada tahun yang sama, 2015. Dan penjualan tas kulit asli pun terus melaju.
Berita lainnya:
2 Pelajaran Cindy Crawford buat Putrinya
7 Makanan yang Tak Boleh Disimpan di Kulkas
Wanita Hamil dan Gangguan Haid Boleh Puasa, Asal?