Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengejek penggunaan kata 'Indo Pasifik' oleh Australia dan Amerika Serikat (AS) dan bukannya 'Asia-Pasifik' sebagai "gagasan yang hanya dibuat untuk menarik perhatian" yang akan "seperti buih ombak yang hilang begitu saja".
Berbicara dalam konferensi pers tahunan di Beijing, Menlu Wang Yi juga mengkritik pengelompokan wilayah yang baru-baru ini dihidupkan kembali yang dikenal sebagai Dialog Kemanan 4 Pihak (Quad), yang melibatkan Australia, India, Jepang dan Amerika Serikat.
Pejabat senior dari empat negara tersebut bertemu akhir tahun lalu untuk menghidupkan kembali pembicaraan antara empat negara demokrasi ini yang berdasarkan "nilai dan prinsip bersama".
Pertemuan itu dilihat sebagai usaha menandingi tindakan China yang semakin agresif di wilayah.
Baru-baru ini, para pemimpin Quad dilaporkan mempertimbangkan skema infrastruktur global baru untuk menandingi rencana ‘Belt and Road’ Beijing.
Inisiatif ‘Belt and Road’ akan membuat China menghabiskan ratusan miliar dolar di negara lain untuk membangun infrastruktur guna meningkatkan perdagangan global.
Mereka yang menentang inisiatif tersebut mengatakan ini adalah taktik dari Beijing untuk mendapatkan pengaruh ekonomi dan politik atas negara-negara yang menerima bantuan China.
Australia, bersama dengan negara-negara lain di Quad, menolak tawaran China untuk menandatangani Memorandum Kesepahaman formal untuk bergabung dalam skema ini.
"Bertentangan dengan klaim yang dibuat oleh beberapa akademisi dan media bahwa konsep Indo-Pasifik bertujuan untuk menampung China, posisi resmi empat negara tersebut adalah targetnya tidak ada," kata Wang.
"Saya harap mereka sungguh-sungguh tentang apa yang mereka katakan dan tindakan mereka akan sesuai dengan retorika mereka."
Diplomat senior tertinggi kedua di China tersebut juga menggunakan konferensi media tahunan untuk mengkritik pembicaraan mengenai skema infrastruktur saingannya.
‘Belt and Road’ adalah kebijakan penting Presiden China Xi Jinping dan dimasukkan dalam konstitusi Partai Komunis tahun lalu untuk menggarisbawahi pentingnya hal tersebut.
Menyelaraskan proyek investasi luar negeri dengan skema ini merupakan prioritas yang semakin meningkat bagi bank-bank negara China, dan para pendukungnya mengatakan penolakan untuk secara formal bergabung dalam proyek tersebut bisa membuat investasi China di masa depan beresiko.
Namun skema tersebut telah menyebabkan reaksi balik di beberapa negara Asia yang lebih kecil seperti Sri Lanka, di mana meningkatnya hutang yang terjadi di sebuah pelabuhan yang secara ekonomis tidak memungkinkan memaksa Pemerintah untuk memberikannya ke China dengan biaya sewa 99 tahun.
Kritikus juga baru-baru ini menunjukkan bahwa pinjaman ‘Belt dan Road’ China yang ditawarkan ke Filipina diberikan dengan tingkat suku bunga yang jauh lebih tinggi daripada pinjaman yang ditawarkan oleh Jepang.