Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo ABC

Pegancam Bom Pesawat Malaysia Mulai Disidangkan di Melbourne

Reporter

Editor

ABC

image-gnews
Iklan

Hakim yang mengadili kasus ancaman bom di atas pesawat Malaysia MH128 mempertanyakan cara polisi mengatasi situasi yang memaksa pesawat itu kembali ke Melbourne tahun lalu.

Penerbangan MH128 meninggalkan bandara Melbourne pada Pukul 11:26 malam tanggal 31 Mei 2017 dengan 220 penumpang, termasuk mahasiswa asal Sri Lanka, Manodh Marks.

Baca Juga:

Beberapa menit setelah lepas landas, Marks meninggalkan tempat duduknya. Dia mengambil dua benda dari tasnya di loker, yang kemudian diklaimnya sebagai bom.

"Saya punya bom. Saya ingin bicara dengan kapten. Saya ingin bicara dengan pilot," demikian katanya, seperti terungkap dalam persidangan, Kamis (26/4/2018).

Marks mengalami psikosis akibat narkoba pada saat itu, setelah memakai metamfetamin atau sabu.

Baca Juga:

Marks berhasil dibekuk oleh sejumlah penumpang dan kemudian diikat tangan dan kakinya.

Dalam 15 menit, pesawat itu kembali ke landasan di bandara Melbourne.

Namun polisi baru masuk ke pesawat 90 menit kemudian. Selain itu, 220 penumpang tidak diizinkan meninggalkan pesawat sampai pukul 1:30 pagi.

"Saya tidak tahu siapa yang membuat keputusan itu," kata hakim Michael McInerney.

"Kenapa kalian tidak segera menurunkan para penumpang?" ujarnya.

"Saya tidak mengerti mengapa dalam situasi seperti ini mereka dibiarkan dalam pesawat selama dua jam setelah mengalami hal yang tidak ingin Anda lihat atau alami," tambah McInerney.

Taktik polisi

Dalam persidangan, Jaksa Krista Breckweg berunding dengan polisi dan mengatakan bahwa penundaan tersebut merupakan keputusan taktis oleh Kepolisian Victoria.

Polisi, katanya, ingin memastikan bahwa tidak ada orang lain dalam pesawat yang turut membantu Marks.

Pria berusia 25 tahun itu telah mengaku bersalah atas satu dakwaan yaitu mengancam dengan kekerasan untuk mengendalikan pesawat.

Persidangan mengungkap bahwa "bom" tersebut ternyata adalah speaker portabel dan baterai.

Pengacara Marks, Tim Marsh, mengatakan bahwa tidak ada senjata yang digunakan dalam kejadian.

"Benda-benda itu tidak bisa mendatangkan dampak seperti yang diinginkannya," katanya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tapi Hakim McInerney menjawab, "Dia berdiri di hadapan 220 penumpang, mengatakan saya akan meledakkan pesawat ini dengan dua alat itu."

"Orang dalam pesawat jelas mengira itu adalah bom," tambahnya.

Pengaruh narkoba

Persidangan juga mengungkap bahwa Mark bermasalah dengan narkoba dan penyakit mental sejak pertengahan 2016, enam bulan setelah dia tiba di Australia untuk belajar perhotelan.

Pada hari kejadian dia telah diperbolehkan keluar dari Rumah Sakit Dandenong karena menderita gangguan kejiwaan.

Beberapa waktu sebelum naik pesawat, yang akan membawanya kembali ke keluarganya di Sri Lanka, Marks memakai sabu.

"Dia berangkat dan memakai sabu yang mungkin merupakan hal terburuk dalam kondisinya," kata Hakim McInerney.

Konsultan psikiatris Andrew Carroll memberi keterangan ahli bahwa sabu jelas memicu episode psikotik ini.

Marsh mengatakan tindakan kliennya itu tidak direncanakan sama sekali.

"Namun ini tidak mengurangi fakta bahwa kejadian itu pasti menakutkan bagi penumpang," katanya.

Marsh menambahkan kliennya merasakan tekanan untuk berhasil dengan studinya di Australia setelah keluarganya menjual tanah di kampungnya untuk membiayai sekolahnya.

Dia mengatakan Marks mengalami stres, kesepian dan dalam situasi tertekan dan harapan untuk berhasil.

Keluarga terdakwa di Kolombo sangat terpukul dan sangat malu dengan perbuatan Marks tersebut.

Dia terancam hukuman 20 tahun penjara dalam pembacaan vonis pada Juni mendatang.

Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.

Lihat Artikelnya di Australia Plus

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada