Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo ABC

Debat Presiden Perlu Ubah Fokus Dari Swasembada ke Ketahanan Pangan

Reporter

Editor

ABC

image-gnews
Iklan

Sejak debat calon presiden di tahun 2004 yang menjadi pertama kalinya dalam sejarah demokrasi Indonesia, isu swasembada pangan selalu dimunculkan sebagai materi perdebatan.

Alasan kuat mengapa topik tersebut selalu dibahas adalah karena menyangkut perut masyarakat, seperti yang dijelaskan Assyifa Szami Ilman, peneliti dari Centre for Indonesian Policy Studies.

Baca Juga:

"Sudah ada stigma bahwa kita adalah negara agraris, sehingga dengan mengangkat topik swasembada bisa mendulang suara-suara khususnya di pedesaan," ujar Ilman.

Tetapi apakah sebenarnya Indonesia bisa mencapai swasembada pangan?

Ilman menjelaskan ada tiga fokus produk pangan di Indonesia, yakni beras, jagung, dan kedelai.

Assyifa Szami Ilman
Assyifa Szami Ilman, peneliti dari Centre for Indonesian Policy Studies

Baca Juga:

Koleksi pribadi

Untuk beras, ia mengatakan belum bisa dipastikan apakah sebenarnya produksi beras di Indonesia memang surplus atau tidak, karena angka terbaru bisa terlihat pada musim panen bulan Maret mendatang.

Pemerintah mengakui ada kesalahan metode dalam penghitungan data produksi beras, yang telah terjadi sejak tahun 1997, seperti yang diungkapkan Wakil Presiden Jusuf Kalla bulan Oktober 2018 lalu.

Tak hanya itu, setelah melihat data konsumsi beras yang juga disesuaikan, maka surplus beras di tahun lalu sebesar 2,85 juta ton, sehingga tidak membutuhkan impor.

Perlu adanya perubahan paradigma

Indonesia's presidential candidates shake hands on stage.
Kedua calon presiden, Joko Widodo dan Prabowo Subianto berjabat tangan dengan kedua pendamping mereka Ma'ruf Amin dan Sandiaga Uno tersenyum setelah debat capres/cawapres di Jakarta.

Reuters: Willy Kurniawan

Debat calon presiden putaran kedua yang akan digelar hari Minggu mendatang (17/02) akan membahas soal pangan, energi, sumber daya alam, dan lingkungan hidup.

Menurut Ilman seharusnya ada perubahan paradigma dalam diskusi antara calon presiden, yakni dari swasembada pangan menjadi ketahanan pangan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam bahasa sederhana ia menjelaskan swasembada pangan adalah "tersedianya makanan dari petani atau produsen dari dalam negeri."

Sementara ketahanan pangan "yang penting ada makanan, terserah siapa pun yang menghasilkan, bisa dari Indonesia atau negara lain asalkan sumber makanan aman."

Jika swasembada pangan yang dimaksud mencakup beras, jagung, dan kedelai maka akan sulit bagi Indonesia mencapainya.

"Sungai di indonesia tak ada yang terlalu besar, seperti di Vietnam dengan sungai Mekong, yang kemudian mendukung skala perekomomian produksi beras," kata Ilman

Tak hanya itu, lahan pertanian di Indonesia pun lebih sedikit dibandingkan jumlah petaninya, sehingga biaya produksi beras yang tinggi disebabkan mahalnya harga sewa lahan.

"Harusnya yang menjadi fokus adalah bagaimana kita bisa mandiri dan kompetitif,

Dari pengamatannya selama ini, baik kebijakan yang dibuat oleh Joko Widodo sebagai pertahana dan Prabowo Subianto sebagai oposisi, masih sama-sama mengemas isu pangan seolah-olah untuk melindungi rakyat.

Padahal, jika swasembada pangan pun tercapai, harganya akan tetap mahal karena biaya produksi yang terlanjur tidak kompetitif dan dengan mendatangkan produk impor maka harganya lebih terjangkau, tambahnya.

"Topik ini akan terus menerus dibahas karena memang dari 2004 sampai sekarang kita tidak pernah tidak impor, bahkan untuk beras sekalipun."

"Tahun 2024 pun kalau kita masih juga impor pasti akan dijadikan materi debat lagi."

Ikuti berita-berita lainnya dari ABC Indonesia.

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada