Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo ABC

Kepentingan Batu Bara Menyatukan Dua Kubu Calon Presiden RI

Reporter

Editor

ABC

image-gnews
Iklan

Sejumlah politisi top di Indonesia, termasuk para calon pemimpin seperti Joko Widodo, Prabowo Subianto, dan Sandiaga Uno memiliki kepentingan politik dan ekonomi yang besar dalam bisnis batu bara di Indonesia.

KP Tambang

Penguasa bisnis batu bara

  • Film Sexy Killers menguak jaringan bisnis batu bara di Indonesia
  • Meski berseberangan, kubu 01 dan 02 memiliki keterkaitan dalam menguasai sektor batu bara
  • Pengamat menilai kemenangan salah satu koalisi politik belum tentu berpihak pada rakyat

Jaringan pebisnis dan politisi dalam sektor pertambangan tersebut menjadi tema film dokumenter terbaru Sexy Killers yang diproduksi Watchdoc dan diputar di University of Melbourne, Kamis malam (11/04/2019).

Baca Juga:

Film tersebut mengisahkan kesulitan sejumlah warga di Kalimantan Timur untuk mendapatkan air bersih setelah ekspansi pertambangan batu bara.

Seperti Nyoman, warga yang mengikuti program transmigrasi ke Kutai Kertanegara yang mengaku kehadiran perusahaan batu bara sudah memblokir aliran air ke pertanian.

Belum lagi dampak dari lubang bekas pertambangan yang berada di sekitar kawasan pemukiman warga dan sepanjang 2014-2018 telah merengut 115 nyawa.

External Link: Cuplikan Sexy Killers

Baca Juga:

Fakta lainnya yang diangkat dalam film dokumenter tersebut adalah proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di kabupaten Batang Jawa Tengah.

Warga Batang yang sebagian besarnya adalah nelayan dan petani telah berjuang selama lima tahun untuk menentang proyek pembangunan PLTU Batang, yang disebut oleh aktivis sebagai "proyek kotor".

Penentangan warga mendapat dukungan dari lembaga aktivis Greenpeace, Walhi dan Jatama yang juga pernah menduduki alat berat yang beroperasi di perairan Roban Timur.

Sejumlah kapal di perairan
Ditemukan fakta PLTU Batang dibangun di kawasan konservasi perairan yang kaya akan ikan dan terumbu karang.

Foto: Greenpeace

Disebutkan dalam laporan Greenpeace, PLTU Batang menjadi pembangkit listrik tenaga uap terbesar di Asia Tenggara yang dibangun di tanah seluas 226 hektar dan "memangsa" lahan pertanian dan perkebunan produktif.

Di film tersebut seorang nelayan geram sesaat setelah Presiden Joko Widodo meresmikan proyek pembangunan PLTU Batang.

"Bila PLTU berdiri, anakku mau dibawa ke mana? Tak ada tempat lagi di Indonesia," ujar nelayan sambil menahan amarah dan air matanya.

"Gara-gara orang pintar, gunung dijual, laut ditanami besi."

Keterkaitan kubu 01 dan 02

Pebisnis Batu Bara
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menilai Pemilu 2019 penuh dengan kepentingan indusri, khususnya di sektor tambang.

Foto: Situs resmi Jatam

Bagian menarik dalam film tersebut adalah bagaimana kedua kandidat calon presiden, yakni Joko Widodo dan Prabowo Subianto, beserta orang-orang di sekelilingnya memiliki keterkaitan dalam mengusasi tambang batu bara.

Dalam film tersebut disebutkan perusahaan mebel PT Rakabu Sejahtera tidak hanya dimiliki Jokowi.

Saham perusahaan yang juga bergerak di banyak bidang, termasuk konstruksi, pengembangan wilayah transmigrasi pembebasan lahan, juga dimiliki oleh PT Toba Sejahtera milik Luhut Panjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman yang juga induk perusahaan Toba Bara, yang memiliki tambang batu bara.

PT Toba Bara juga membeli perusahaan Sandiaga Uno yang mengoperasikan PLTU Paiton di Jawa Timur.

Beberapa nama lain dari tim sukses kubu 01 Joko Widodo juga dilaporkan memiliki jabatan strategis di sejumlah perusahaan pertambangan, termasuk Osman Sapta Oedang, Dewan penasihan Tim Kampanye Nasional Jokowi - Ma'ruf yang memiliki kaitan dengan perusahaan PT Total Orbit, serta Haji Isam yang pernah menjadi Wakil Bendahara TKN Jokowi - Maruf, yang juga dikenal sebagai salah satu pengusaha batu bara yang sukses dan disegani di Indonesia.

Persemian PLTU BATANG
Presiden Joko Widodo meresmikan peletakan batu pertama PLTU di Batang, Jawa Tengah pada Agustus 2015

Foto: Sekretariat Kabinet Republik Indonesia

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di kubu 02, Prabowo Subianto tercatat sebagai pemilik Nusantara Energy Resources yang menaungi tujuh anak perusahaan.

Sandiaga Uno tercatat sebagai pemilik PT Saratagoa Investama Sedaya yang memiliki perusahaan tambang yang pernah merengut korban jiwa dan PT Adaro Energy yang memiliki saham di PLTU Batang.

Badan Pemenangan Nasional (BPN) juga memiliki orang-orang yang memiliki perusahaan yang bergerak di perusahaan pertambangan.

Presiden Joko Widodo pernah meluncurkan proyek 35 ribu Mega Watt listrik untuk Indonesia, yang menurut film tersebut berarti setidaknya akan menguntungkan 10 perusahaan pertambangan batu bara yang dimiliki jaringan politisi dan pengusaha tersebut.

Awal April 2019, sebuah lembaga non-profit dunia, Global Witness mengeluarkan laporan investigasi yang menunjukkan Sandiaga Uno telah memperoleh keuntungan dari sejumlah pembayaran mencurigakan dari sebuah perusahaan batu bara Indonesia ke perusahaan lain, dengan nilai mencapai US$ 43 juta atau lebih dari Rp 600 miliar.

'Kesepakatan di belakang panggung'

Joko Widodo dan Prabowo Subianto
Pengamat menilai ada beberapa kesepakatan diantara dua kubu meski pendukung keduanya seringkali terlibat dalam perdebatan.

Foto: Reuters, Beawiharta

Usai pemutaran film Sexy Killers yang diselenggarakan Mahasiswa Pascasarjana Indonesia di University Melbourne diadakan diskusi.

Sebagai pembicara adalah kandidat doktor di bidang hukum Lilis Mulyani dan Dr Richard Chauvel dari Asia Institute di University Melbourne dengan dimoderatori oleh Max Walden yang juga sedang mengambil S3 di bidang hukum.

Menurut Dr Richard yang menarik dari dokumenter ini adalah aspek ekonomi politik yang juga ditemukan dan terjadi di kalangan politisi Australia.

"Industri batu bara ini memiliki jaringan antara Jokowi dan Prabowo dan saya menduga ini melibatkan jaringan dengan semua partai politik, sama seperti di Australia," ujarnya merujuk pada perdebatan soal perubahan cuaca dan pertambangan di kawasan Adani, Queensland.

Sementara menurut Lilis jika dilihat dari debat calon presiden yang pernah membahas soal lubang pertambangan, sepertinya tidak ada terlihat komitmen politisi.

"Kalau dari visi misi beberapa partai, memang komitmen soal pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam sangat kurang, tidak dibicarakan mendalam," jelasnya.

Ia juga menambahkan bisa jadi mereka berseberangan untuk mendapat kursi kepemimpinan, "tetapi seperti dari fakta yang ada ada kesepakatan di belakang panggung."

Profesor Vedi Hadiz yang juga datang ke acara pemutaran film dan diskusi tersebut mengatakan film ini menjadi indikator bahwa pilihan kita di pemilu mendatang belum tentu membuat perubahan.

"Pertanyaannya bagi kita apakah kemenangan dari salah satu koalisi politik ini akan berdampak dan mengubah rakyat?"

"Apakah yang satu lebih baik dari yang lainnya?" tambahnya.

Ikuti berita-berita lainnya dari ABC Indonesia.

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada