Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo ABC

Tergoda Pensiun Dini, Makin Banyak Generasi Milenial Indonesia Investasi Saham

Reporter

Editor

ABC

image-gnews
Iklan

Keuntungan yang besar membuat banyak orang tertarik untuk terjun ke pasar modal dengan berinvestasi saham. Namun bagi banyak milenial Indonesia, peluang untuk bisa pensiun dini menjadi alasan kuat untuk menekuni investasi ini. Beberapa dari mereka bahkan terjun ke masyarakat dengan membentuk komunitas yang memotivasi investasi saham.

Terinspirasi Warren Buffet -investor terkemuka dunia, Frisca Devi Choirina tertarik untuk memelajari saham di tahun 2010, tahun pertamanya memulai perkuliahan.

Baca juga:

Berawal dari keikusertaan dalam kompetisi pasar modal, Frisca akhirnya memutuskan untuk memperdalam pengetahuan tentang saham dengan bergabung dalam kelompok studi pasar modal di kampusnya, Universitas Diponegoro Semarang.

"Motivasi terbesar pengen bisa pensiun sebelum masa pensiun, alias pensiun di usia muda."

Baca juga:

Frisca mengakui, saat ia pertama berinvestasi saham 9 tahun lalu, tak banyak milenial yang berpandangan sama dengan dirinya. Namun kala itu, ia memiliki alasan kuat.

"Kebetulan saya anak tunggal dan ortu (orang tua) sudah enggak ada semua. Jadi makin terdorong secara psikologis buat survive (bertahan) hidup mandiri dengan merdeka finansial di usia muda," ceritanya.

Menurut perempuan berhijab ini, literasi finansial belum merata ke kalangan milenial.

"Kebanyakan milenial masih malas buat belajar saham gara-gara sudah identik dengan grafik yang membuat mereka beranggapan 'pusing harus ngamatin gitu2an'."

"Ditambah kalau masih ada yang berpikiran butuh modal besar buat beli saham. Padahal kan enggak begitu praktiknya," kata ibu satu anak ini.

Frisca Devi Choirina.
Frisca Devi Choirina.

Supplied

Berangkat dari kegelisahan itu, Frisca lantas membentuk komunitas Investor Saham Pemula (ISP) di tahun 2014.

Kini, komunitas yang dibentuknya telah memiliki 400 duta yang tersebar di 52 kota/kabupaten di seluruh Indonesia, dan juga Hong Kong serta Singapura. Komunitas ini bahkan memiliki lebih dari 100 ribu pengikut di media sosial dan lebih dari 4000 orang di grup percakapan privat yang ABC ikuti.

Adi Atma Kurniawan (23) adalah salah seorang anggota di komunitas ISP yang didirikan Frisca. Baru sepekan belakangan ia menjadi investor saham, setelah berbulan-bulan memelajari soal investasi.

"Dulu hanya sekedar ngobrol sama teman tentang saham dan mulai tertarik."

"Setelah itu mulai follow akun-akun tentang financial di IG (Instagram). Nah dari situ jadi tahu kalau dari beberapa instrumen investasi ternyata saham yang memberikan return paling tinggi."

"Dari situ mulai ingin cari tahu dan tertarik biar uang enggak habis enggak jelas, lebih baik diarahkan ke investasi khususnya saham," utaranya kepada ABC.

Sepaham dengan Adi, Reza Riwanda (24) juga berpendapat saham merupakan instrumen paling tepat untuk mengeruk keuntungan tinggi.

"Kalau emas dan sukuk kan return kecil dan kadang butuh 4 tahun dan lihat pergerakannya juga susah di mana paling patokannya ya Antam (BUMN Aneka Tambang)."

"Kalau saham kan bisa di monitor langsung jadi itu yang buat saya mau nabung saham dan dividennya," tutur pemuda yang bekerja di konsultan asing ini.

Berbeda dengan Adi, Reza tak bergabung dengan komunitas ISP. Ia belajar saham dari temannya yang lebih dulu terjun sebagai investor, dan dari film.

"Saya sempat nonton film tentang uang dan krisis housing market di 2008."

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Di situ saya belajar, jadi kalau saham blue chip pada kena krisis, kesempatan serok sahamnya gede dan bisa dapet lot (lembar saham) banyak, tapi memang harus sabar nunggu recover-nya tapi dijamin return tinggi," jelasnya kepada ABC.

Sama seperti Frisca dan Adi, Reza juga ingin kebebasan finansial dan bercita-cita untuk pensiun dini.

"Gaji habis cuma buat cicilan. Kalau sewaktu-waktu kenapa-kenapa atau saya mau pensiun dini kan enggak perlu khawatir," ujarnya.

Cerita yang berbeda digulirkan Jessica Wijaya (28). Milenial yang tinggal di Jakarta ini tertarik 'bermain' saham justru dari suaminya.

Setelah total terjun ke pasar modal di tahun 2014, ia mendirikan komunitas online bernama Jess Investing Club akhir tahun lalu, dan kini berhasil menjaring 6500 pengikut.

Dua bulan belakangan, Jessica mengaku tengah menggarap proyek pemberdayaan ibu rumah tangga yang fokus pada investasi saham.

"Saya melihat banyak yang masih belum mengenal investasi secara benar, jadi tergantung aja sama penghasilan suaminya."

"Karena enggak makan banyak waktu dan bisa dilakukan kapan saja secara online," jelasnya kepada ABC.

Di proyek ini, Jessica membantu 9 ibu rumah tangga yang ia fasilitasi mulai dari buka rekening sampai mengedukasi cara memilih saham yg tepat, termasuk kapan waktu yang tepat untuk membeli dan menjual saham.

Tingkat kesadaran milenial Indonesia terhadap produk investasi.
Tingkat kesadaran milenial Indonesia terhadap produk investasi.

Alvara Research Institute.

Mayoritas paham investasi

Di awal tahun 2018, lembaga riset Alvara sempat mengeluarkan hasil surveinya mengenai perilaku generasi milenial di bidang keuangan.

Hasil temuan mereka menunjukkan bahwa milenial adalah generasi yang sudah melek terhadap keuangan.

Tingkat kesadaran (awareness) mereka terhadap produk keuangan, sebut survei Alvara, hampir merata di semua produk.

"Total awareness keseluruhan produk mencapai 785% yang artinya setiap satu orang memiliki pengetahuan terhadap hampir 8 produk keuangan."

"Produk keuangan yang paling diingat milenial adalah produk tabungan, yakni sebesar 79,8 persen. Sedangkan lima produk keuangan dengan tingkat awareness tertinggi antara lain produk tabungan, asuransi kesehatan, deposito, kartu kredit dan kredit kepemilikan rumah," jelas Hasanudin Ali, CEO Alvara.

Mayoritas generasi ini juga melek terhadap produk investasi, mulai dari yang konvensional seperti emas dan properti hingga investasi modern seperti saham, reksadana, valas, obligasi, dan future indeks.

"Hal ini terlihat dari besarnya proporsi responden yang merencanakan keuangan mereka. Sementara produk investasi yang paling banyak dimiliki adalah produk emas, kemudian properti," kata Hasanudin tentang hasil survei lembaganya terhadap 600 responden milenial di 6 kota besar Indonesia.

Simak berita-berita menarik lainnya di situs ABC Indonesia.

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada