Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo ABC

Serikat Buruh di Australia Khawatir Diserbu "Pekerja Murah" dari Indonesia

Reporter

Editor

ABC

image-gnews
Iklan

Perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia (IA-CEPA) telah mendapat dukungan dari Partai Buruh yang beroposisi di Australia pada hari Kamis (17/10/2019). Namun kalangan serikat buruh menentang perjanjian itu karena khawatir dengan serbuan "pekerja murah" dari Indonesia.

FTA Indonesia-Australia:

  • Partai Buruh yang beroposisi telah menyatakan dukungan untuk meratifikasi perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia
  • RUU untuk meratifikasi perjanjian itu diajukan Menteri Perdagangan ke Parlemen Australia hari Rabu (16/10/2019)
  • Kalangan serikat buruh tetap menentang aspek ketenagakerjaan dari perjanjian ini karena khawatir dengan serbuan pekerja murah dari Indonesia

Menteri Perdagangan Simon Birmingham pada Rabu pagi secara resmi mengajukan RUU Ratifikasi IA-CEPA ke Parlemen Australia. Pada malam harinya, para menteri bayangan serta komite kaukus Partai Buruh langsung menggelar rapat untuk menanggapi hal itu.

Baca Juga:

Kaukus partai oposisi ini kemudian mencapai kesepakatan untuk mendukung IA-CEPA pada Kamis pagi.

Berbagai sumber menyebutkan sejumlah politisi oposisi tetap menentang perjanjian ini, namun rapat itu didominasi oleh argumen mengenai adanya konsekuensi ekonomi yang buruk bagi Australia jika menolaknya.

Politisi Partai Buruh Ed Husic dikutip media setempat Sky News menyatakan, perjanjian perdagangan dengan tetangga seperti Indonesia "jelas sangat penting".

Baca Juga:

"Partai Buruh sudah beberapa dekade memperjuangkan perlunya untuk lebih dekat dan memperkuat hubungan bukan hanya dengan Indonesia tapi juga kawasan kita. Inilah langkah nyata mewujudkan hal itu sehingga harus kita dukung," kata Ed Husic.

albanese fta.jpg
Partai Buruh Australia yang dipimpin Anthony Albanese mendukung ratifikasi perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia, meski sebagian politisi oposisi dan serikat buruh menentangnya.

AAP

Sebelumnya Menteri Birmingham dalam pernyataannya menyebutkan perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia, Hong Kong dan Peru akan membuka peluang baru dan mendatangkan banyak manfaat bagi para eksportir Australia.

"Misalnya para petani gandum Australia akan mampu mengekspor 500 ribu ton setiap tahun ke Indonesia tanpa dibebani bea masuk," katanya dalam pernyataan pers seperti dilaporkan wartawan ABC Farid M. Ibrahim.

"Pemerintahan kami bertekad memastikan perjanjian ini mendatangkan manfaat sesegera mungkin sehingga kami menghendaki RUU ini lolos di DPR minggu depan dan di Senat paling lambat akhir tahun," kata Menteri Birmingham.

Perjanjian perdagangan bebas ditandatangani antarpemerintah, namun baru akan berlaku jika telah diratifikasi oleh parlemen masing-masing negara.

Parlemen Hong Kong dan Peru sejauh ini telah menyelesaikan proses ratifikasi FTA mereka dengan Australia.

Serbuan pekerja Indonesia

ACTU President Michele O'Neil stands in front of a pile of garments
Ketua Dewan Serikat Buruh Australia (ACTU) Michele O'Neil.

Supplied/ACTU

Sementara itu dewan serikat-serikat buruh Australia (ACTU) secara tegas menentang perjanjian ini, terutama di sektor ketenagakerjaan, yang akan memungkinkan masuknya pekerja temporer dari Indonesia tanpa perlu melewati proses "uji pasar" atau labour market testing.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ketua ACTU Michele O'Neil menegaskan, serikat buruh bukannya menentang perjanjian perdagangan, melainkan hanya menghendaki adanya amandemen sejumlah poin di dalamnya.

ACTU melakukan survei di sejumlah Dapil yang menunjukkan sekitar 75 hingga 80 persen pemilih menentang FTA.

Menurut ACTU, pemilih menolak FTA jika membolehkan masuknya pekerja asing ke Australia tanpa adanya "uji pasar", apakah lowongan kerja tersebut memang tak bisa dikerjakan oleh pekerja lokal.

Catatan ACTU menunjukkan adanya 1,4 juta pekerja asing di Australia saat ini yang akan meningkat singnifikan jika FTA diratifikasi.

"Perjanjian dengan Indonesia, Peru dan Hong Kong akan membolehkan serbuan pekerja asing dengan visa jangka pendek, yang akan mendorong turunnya gaji dan meningkatnya eksploitasi pekerja," kata Michele O'Neil dalam sebuah pernyataan.

"(Perdana Menteri) Scott Morrison telah menjual nasib pekerja Australia. Partai Liberal (yang memerintah) ingin agar upah tetap murah. Dia selalu mendahulukan keinginan pengusaha besar daripada keinginan rakyat," tegas Michele O'Neil.

Sebelumnya sejumlah politisi dari faksi kiri Partai Buruh dengan tegas menolak perjanjian dengan Indonesia dan menyesalkan Pemerintahan PM Morrison yang memberikan konsesi bagi masuknya pekerja temporer dari Indonesia, di samping perjanjian perdagangan.

Kekhawatiran serupa juga disampaikan kalangan serikat buruh lainnya seperti, Australian Manufacturing Workers Union (AMWU), United Voice, Community and Public Sector Union (CPSU), Australian Services Union, serta Australian Nursing and Midwifery Federation (ANMF).

Kalangan serikat buruh ini telah menyampaikan keberatan mereka kepada Pemimpin Partai Buruh Anthony Albanese, mendesak dia untuk menolak perjanjian perdagangan yang akan memperburuk kondisi pekerja Australia.

Ketua ANMF Annie Butler misalnya menyatakan, masuknya pekerja asing sebagai implikasi dari perjanjian FTA, jelas-jelas akan mengancam lapangan kerja di sektor keperawatan dan panti jompo.

"Implementasi FTA dengan Indonesia, Peru dan Hong Kong, yang bertujuan menambah pekerja asing temporer, akan sangat mengancam peluang lapangan kerja sektor keperawatan khususnya di panti jompo," katanya.

Simak berita lainnya dari ABC Indonesia.

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada