Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo ABC

'Kamu Seharusnya Ditembak': Wanita Berjilbab Paling Sering Alami Islamophobia di Australia

Reporter

Editor

ABC

image-gnews
Iklan

Wanita berjilbab di tempat keramaian seperti mall dan pusat perbelanjaan paling sering mengalami serangan berbau Islamophobia di Australia. Adanya anak-anak bersama mereka ternyata tak menghentikan tindak pelecehan, dan dalam beberapa kasus malah meningkatkannya.

Islamophobia di Australia:

  • Hasil penelitian terbaru ungkap wanita berjilbab di tempat keramaian paling sering alami pelecehan berbau Islamophobia
  • Serangan Islamophobia yang berakibat korban harus masuk RS di Australia meningkat 3 persen
  • Kehadiran anak kecil sama sekali tak menghentikan tindakan Islamophobia, malah dalam beberapa kasus kian meningkatkan pelecehan

Salah satu korban bernama Nadia Saeed, mengaku pernah mengalami pelecehan verbal di Brisbane justru di saat dirinya sedang mengorganisir acara untuk menghormati para korban serangan teror Christchurch.

Baca Juga:

"Saya tak peduli kalau sesamamu (umat Islam) terbunuh di Christchurch. Kamu pun seharusnya ditembak saja," kata Nadia, mengutip ucapan seorang pria yang mendekatinya di jalan.

Wanita berusia 21 tahun ini mengaku tak tahu harus berbuat apa pada saat itu. "Saya gemetaran," ujarnya kepada ABC News.

Nadia menduga apa yang dialaminya ini erat kaitannya dengan jilbab yang dia kenakan - penanda fisik bahwa dia seorang Muslim.

Baca Juga:

Apa yang dialami Nadia ini sejalan dengan hasil penelitian tentang Islamofobia dari Charles Sturt University (CSU), yang menyebutkan bahwa wanita berjilbab paling berisiko mengalami pelecehan.

Riset ini menganalisis ratusan laporan insiden Islamofobia di Australia. Dari ratusan kejadian, hanya dalam 10 kasus ada orang yang menghentikan pelecehan dan membantu korban.

Salah satunya, dilakukan anggota DPR negara bagian Queensland, Duncan Pegg, yang kebetulan menyaksikan apa yang dialami Nadia.

Graffiti written on white tiles in bathroom
Sekolah dan universitas menempati urutan kedua sebagai tempat yang paling sering terjadi tindakan Islamophobia.

ABC News

Pegg saat itu mendekati pelaku dan mengancam akan memanggil polisi jika orang itu tidak pergi dari sana.

"Dia sangat agresif dan marah," ujar politisi dari Partai Buruh ini. "Saya sendiri sangat terpukul apalagi yang mengalaminya langsung."

"Artinya, ini bisa terjadi dimana saja. Kejadiannya itu tengah hari di depan toko penjual daging ayam halal," ujar Duncan Pegg.

70 Persen Wanita Berjilbab

Nadia melaporkan apa yang dialaminya itu ke lembaga yang mencatat kejadian Islamophobia.

Data dari lembaga tersebut yang kemudian diteliti oleh tim dari Centre for Islamic Studies and Civilisation pada CSU.

Paved ground with chalkboard cafe sign with racist writing.
Tulisan bernama rasis di salah satu cafe di Australia, menyarankan bahwa orang yang makan daging babi saat sarapan mengurangi kemungkinan menjadi pelaku bom bunuh diri.

Supplied: Facebook

Laporan riset yang dirilis hari Senin (18/11/2019) ini menganalisis 349 insiden yang dilaporkan antara tahun 2016 dan 2017.

Ditemukan mayoritas pelaku adalah kaum pria. Sedangkan korbannya, 70 persen adalah wanita yang hampir semuanya mengenakan jilbab atau penutup kepala lainnya.

41 persen dari laporan yang masuk dibuat oleh saksi, bukan oleh korban.

"Hal ini menunjukkan mayoritas orang di lokasi kejadian tidak mengabaikan apa yang terjadi, hanya saja mereka tak melakukan intervensi," kata laporan itu.

"Mungkin karena mereka tidak tahu bagaimana melakukannya tanpa membahayakan diri sendiri," katanya.

Dalam salah satu kejadian, seorang saksi melihat pelaku sengaja menyenggol wanita berjilbab yang sedang jalan kaki bersama anak balitanya.

"Korban tidak terjatuh tapi dia terlihat sangat ketakutan. Dan tak seorang pun yang berbuat apa-apa," kata saksi itu.

"Saya ingin bereaksi tapi urung saya lakukan karena pelaku badannya dua kali lebih tinggi. Wanita itu sendiri masih aman jadi saya pergi saja," tambahnya.

Saksi ini kemudian melaporkan apa yang dilihatnya ke lembaga pencatatan Islamophobia.

Laporan dari CSU ini merupakan riset kedua yang dilakukan sejak lembaga pencatatan Islamophobia dimulai tahun 2014.

Penulis laporan riset Dr Derya Iner mengaku khawatir karena serangan yang menyebabkan korbannya masuk RS justru meningkat dari 2 persen menjadi 5 persen.

Children sitting on a train with their faces blurred.
Anak-anak Syed Shah mengalami trauma setelah mendapat ancaman saat naik kereta api.

Supplied: Syed Shah

Dicontohkan salah satu kejadian, seorang ibu dan anaknya sedang menyeberang ketika sengaja ditabrak orang.

Pelaku memundurkan mobilnya, dan kembali menabrak korban di saat ibu itu berusaha melindungi anaknya. Korban terguling ke kap mobil lalu terjatuh ke jalan.

Pusat Keramaian

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Laporan ini menyebutkan, serangan Islamofobia di Australia jumlahnya relatif sama, namun lokasinya mengalami perubahan.

Disebutkan, pelaku kini semakin berani melakukan pelecehan di tempat umum yang dijaga petugas keamanan dan dilengkapi kamera CCTV. Jumlahnya naik 30 persen.

"Kehadiran penjaga keamanan dan kamera di pusat-pusat perbelanjaan tidak efektif mencegah pelaku. Begitu pula kehadiran orang ramai," kata laporan itu.

Tempat kedua yang paling sering terjadi serangan Islamophobia adalah di sekolah dan universitas.

Laporan ini menyebutkan penghinaan rasis dialami korban dari siswa lain, guru, pelatih olahraga, dan bahkan kepala sekolah.

Selain itu, disebutkan bahwa kehadiran anak kecil ternyata tidak menghalangi terjadinya perbuatan Islamophobia.

Dalam beberapa kasus, kehadiran anak-anak ini justru meningkatkan kebencian pelaku.

Hal itu dialami Syed Shah bersama anak-anaknya saat naik kereta api di Brisbane.

Women holding award in front of' Multicultural Queensland Awards 2019' sign.
Nadia Saeed menjadi korban serangan Islamophobia di Brisbane.

Supplied: Nadia Saeed

Menurut Shah, pelaku mencoba menarik salah satu anaknya dan mengancam akan membuangnya dari atas kereta.

"Lalu dia mendatangi anak-anakku (berusia lima dan 10 tahun) dan dia bilang ingin membunuh mereka," katanya.

Shah mengaku tak berdaya menghadapi pelaku melakukan penghinaan pada keluarganya saat itu.

Keluarga Generasi Keempat

Keluarga Alma Mohammed yang merupakan generasi keempat petani tebu di Kota Gordonvale, Queensland Utara, telah mengalami kejadian beberapa kali.

Meski keluarganya telah tinggal di Australia lebih dari 100 tahun, tapi hal itu tidak melindungi mereka dari penghinaan rasis, menyuruhnya "pulang ke tempat asalmu".

Insiden terbaru masih dialami Alma seusai menghadiri salah satu acara bersama anak-anaknya.

Facebook post with racist content.
Tindakan Islamophobia banyak terjadi secara online di akun-akun media sosial.

Supplied: Facebook

"Saya muak dengan kalian. Mengapa kalian tidak pergi dari sini, pulang ke tempat asalmu," kata pelaku, seperti disampaikan Alma kepada ABC.

"Saya coba mempertahankan diri, menggendong bayiku di depan dan menarik putriku yang lain ke belakang saya," katanya.

"Dia terus melakukannya, memutar-mutar lengannya, dengan botol di tangannya," jelas Alma.

Keluarganya merupakan satu-satunya keluarga Muslim di kota kecil Gordonvale itu.

"Sebenarnya pakaian saya biasa saja, tapi saya memakai jilbab. Saya yakin dia menyerang saya karena hal itu," katanya.

Laporan CSU menyebutkan volume kejadian pada umumnya sebanding dengan jumlah populasi Muslim di tiap negara bagian, kecuali di Queensland.

Queensland menempati urutan ketiga yang paling sering terjadi serangan Islamofobia, padahal populasi Muslimnya di urutan kelima.

Pelecehan juga lebih umum terjadi di daerah pinggiran kota yang lebih beragam daripada di daerah non-multikultural.

Menurut Dr Derya Iner, Islamofobia merupakan akibat dari retorika politik anti-Islam dan liputan media tentang terorisme.

Dia memperingatkan banyaknya insiden yang sebenarnya tidak dilaporkan dan 349 kasus yang dianalisis hanyalah puncak gunung es.

"Kita harus terus memelihara dan memperbaiki kohesi sosial untuk kesejahteraan dan keamanan Australia," jelasnya.

Simak berita selengkapnya dalam Bahasa Inggris di sini.

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada